Sinopsis Jodha Akbar Antv Episode 8 Mei 2015

Posted by

Sinopsis Jodha Akbar Antv Episode 8 Mei 2015. Jodha Akbar Antv Episode 422. Masih di kamar...
Jalal meminta Jodha mendekat pada'nya. Jodha'pun mendekatkan wajah'nya kewajah Jalal yang saat itu sudah terbaring terlentang menghadap kearah'nya.

Jodha berkata : “Shahenshah, kau?”

Lalu tiba-tiba tanpa sengaja tangan Jodha yang masih memegang kompresan hangat itu menempel ke mulut Jalal. Jalal sontak terkejut dan pura-pura kesakitan, Jalal menutup mulut'nya dan berkata : “Ratu Jodha...aaauuu, mulut'ku sakit!”

Jodha panik melihat suami'nya kesakitan karena kecerobohan'nya.

Jodha : “Kau kenapa? Apa kau tak apa-apa, Shahenshah?”

Jodha mencari tahu dibagian mana yang sakit.
Jalal bersemangat, ia berkata : “Sini sini sini, coba kau lihat lebih dekat.”

Saat Jodha semakin mendekatkan wajah'nya, tiba-tiba dengan sergap Jalal memegang kepala Jodha dengan kedua tangan'nya, alal langsung tertawa setelah mendaratkan kecupan di kening Jodha. Sementara Jodha, masih tampak terkejut.

Jalal lalu berkata : “Kau memang bisa mengendalikan aku. Tapi aku tahu bagaimana cara'nya memenangkan'mu.”

Jodha'pun tertawa tersipu malu.

Jodha berkata : “Kau curang, Shahenshah.”

Jalal : “Semua'nya adil dalam cinta. Untuk mendapatkan Cinta Sejati'ku, aku rela melakukan apapun.”

Jalal dan Jodha'pun saling memandang, terlihat senyuman dan rona bahagia di wajah mereka berdua.
Jodha berkata dengan manja : “Shahenshah, aku ingin diri'mu selalu seperti ini. Aku takut ketika kau marah.”

 Jalal bertanya : “Apa maksud'mu?”

Jodha : “Aku sangat takut ketika kau sedang marah.”

Jalal : “Aku berjanji pada'mu akan selalu seperti ini dalam hidup'ku untuk menjaga ketenangan hati'mu. Karna aku sangat mencintai'mu, Ratu Jodha.”

Jodha tersenyum melirik Jalal. Jodha lalu membawa tangan Jalal yang sedari tadi pegangan ga' lepas-lepas kedalam pelukan'nya. Mereka berdua pun larut dalam kebahagian di malam itu.
 Pagi hari'nya. Di kamar Hamida.
Salim datang menemui nenek tersayang'nya yang dulu ia janjikan akan di nikahi oleh'nya ketika ia besar...
Para pelayan keluar ketika Salim masuk.
Salim memberi salam : “Assalamu'alaykum, Dadijan.”

Hamida tersenyum menyambut'nya dan menjawab salam'nya : “Wa'alaykumsalam.”

Salim'pun duduk di sisi ranjang menghadap kearah nenek'nya. Hamida langsung mengecup kening Salim dengan penuh kasih.

Hamida bertanya : “Ada apa? Apa ada yang ingin kau bicarakan?”

Salim : “Nenek, ada yang ingin aku bicarakan dengan'mu. Aku sudah tak betah lagi tinggal disini.”

Hamida : “Ada apa? Kemarilah mendekat pada nenek.”

Hamida'pun memeluk Salim, Salim larut dalam pelukan nenek tersayang'nya.

Hamida berkata : “Apakah kau masih marah pada ayah'mu?”

Salim : “Dadijan, Aku sudah tak ingin tinggal disini. Itu sebab'nya aku ingin segera meninggalkan tempat ini. Ada hal yang lebih penting yang harus aku lakukan.”

Hamida : “Jangan berkata seperti, nak.”

Salim berdiri dari duduk'nya lalu berkata sambil membelakangi Hamida : “Dadijan, aku ingin agar kau menyampaikan kepada Shahenshah agar ia mau mengizinkan aku pergi Partan.”

Hamida berdiri menghampiri Salim.
Salim lanjut berkata : “Itu karna aku merasa tak nyaman berada disini. Dadijan, jika kau yang meminta izin kepada Shahenshah, ia pasti akan mengabulkan'nya.”

Hamida dengan raut wajah sedih tak ingin berpisah dengan cucu kesayangan'nya, akhir'nya dengan berat hati berkata : “Baiklah, jika kau yang meminta'nya, aku pasti akan menyampaikan pesan'mu pada Ayah'mu agar mengizinkan'mu. Tapi aku juga punya perminta'an.”

Hamida tersenyum dan lanjut berkata : “Sebentar lagi adalah Hari jadi Pernikahan Ayah dan Ibu'mu. Aku ingin kau tetap tinggal disini dulu sampai hari itu tiba.”

Salim : “perintah'mu di laksakan.”

Hamida tersenyum dan Salim memeluk nenek'nya kembali.
 Dirumah Anarkali, Ayah dan Ibu Anarkali sedang berbincang mengenai keinginan Anarkali ke Agra.

Rashid Khan (Ayah Anarkali) berkata : “Baiklah, kalau begitu kita akan pergi ke Agra, Zil Bahar”

Zil Bahar (Ibu'nya Anarkali) : “Apakah kau lupa kejadian yang menimpa kita di Agra?”

Anarkali datang, tapi ia tak langsung masuk, Anarkali hanya berdiri di depan pintu dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tua'nya.

Zil Bahar lanjut berkata : “Kita pernah dipermalukan disana. Dan kau, ingin hal itu terulang lagi?”

Rashid Khan : “Semua musibah itu sudah berlalu. Bagi'ku, cinta dan hidup putri'ku itu lebih penting. Ini sudah menjadi kewajiban kita untuk mempertemukan putri kita dengan cinta'nya. Dan kita harus membahagiakan putri kita. Jangan sampai ia mengalami hal yang sama seperti kita. Untuk itu, kita harus menikahkan dia. Kita akan pergi besok pagi.”

Zil Bahar : “Baik.”

Anarkali yang sedari tadi mendengarkan percakapan kedua orang tua'nya, merasa haru : “Abbujaaan.”

Zil Bahar dan Rashid menoleh melihat Anarkali. Anarkali langsung bergegas memeluk ayah'nya.

Anarkali berkata : “Abbujan... Kau rela berkorban untuk'ku?”

Rashid Khan : “Aku akan melakukan apapun untuk'mu, Anarkali. Ayah'mu ini akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan'mu. Kita akan mencari pria yang kau cintai.”

Tiba-tiba Anarkali mulai koplak, ia berjalan menjauh seraya berkata : “Nehi, Abbujan. Aku tak ingin pergi ke Agra. Aku tak boleh egois hanya demi cinta, kalian rela melakukan ini.”

Rashid Khan memegang bahu Anarkali dari belakang seraya berkata : “Tapi ini demi putri'ku. Ini sudah menjadi tugas'ku. tak ada yang lebih penting selain cinta'mu. Aku tak'kan tenang sebelum menemukan Qutub. Semua hina'an di masa lalu akan hilang setelah aku melihat senyum di wajah putri'ku.”

Anarkali langsung memeluk ayah'nya kembali. Dalam hati'nya Anarkali berkata : “Bahkan Tuhan ingin agar aku bertemu dengan'mu, Qutub. Dimana'pun kau berada, aku akan menemukan'mu.”

Salim mengunjungi pasar dengan berkuda bersama Qutub. Nenek Fatima juga kebetulan ada disana. Melihat kehadiran Salim, semua orang mulai mendekati Salim.
Seseorang berkata : “Yang Mulia, terimalah hadiah dari kami.”

Seorang lain'nya juga berkata : “Ya, Yang Mulia, terima'lah hadiah ini, ini untuk anda.”

Nenek Fatima menyaksikan kerumunan itu dari kejauhan. Salim'pun turun dari kuda'nya. Salim tersenyum dan berkata kepada rakyat : “Aku tak perlu hadiah dari kalian. Yang aku butuhkan adalah cinta dan doa dari kalian. Itu adalah hadiah terbaik bagi'ku.”

Seseorang berkata : “Masya ALLAH, anda sungguh mulia.”

Seorang lain'nya menimpali : “Dengan'mu, Kerajaan Mughal akan semakin berjaya.”

Semua orang lalu menyerukan nama Salim : “Shehzade Salim...Zindabad!!!
Shehzade Salim...Zindabad!!!
Mughal Sultanat...Zindabad!!!
Mughal Sultanat...Zindabad!!!”

Begitu mendengar orang-orang menyerukan nama Salim, nenek Fatima bergegas menerobos kerumunan orang-orang itu seraya berujar : “Permisi, biarkan aku lewat.”

Dari tengah kerumunan, Salim melihat nenek-nenek yang menerobos kerumunan dengan berjalan tergopoh-gopoh. kemudian Salim melihat nenek Fatima yang datang sambil tergopoh gopoh. Ketika nenek Fatima sampai di depan, Salim tersenyum melihat'nya dan bergegas menghampiri.
Salim memegang bahu Nenek Fatima dan menyapa : “Nenek???”

Salim membungkuk memberi Salam : “Assalamu 'alaykum.”

Dengan penuh haru nenek Fatima menjawab salam'nya : “Wa'alaikumsalam”

Salim lalu memeluk nenek Fatima sesaat.
Nenek Fatima berkata : “Ya Tuhan, Aku selalu mendo'a kan'mu agar kau menjadi Raja yang hebat. Kau memang seorang Pangeran, tapi kau juga manusia yang berhati mulia. Kau masih ingat dengan'ku.”

Nenek Fatima menangis haru, Salim tersenyum dan berjongkok di depan nenek Fatima seraya berkata : “Nenek, Aku berjanji, Aku tak akan pernah melupakan'mu. Aku bahkan masih ingat masakan buatan'mu. Dan aku juga sudah seperti cucu'mu sendiri. Sama seperti Qadir cucu'mu. Bagaimana kabarnya Qadir?”

Nenek Fatima : “Dia baik-baik saja. Jika kau ingin bertemu dengan'nya. Aku nanti akan menyuruh'nya keistana menemui'mu.”

Salim : “Kenapa? Biarkan aku yang datang kerumah'mu.”

Nenek Fatima terkejut : “Kerumah'ku?”

Salim : “Iya, kenapa tidak? Aku telah menghabiskan banyak waktu'ku disana. Dan bahkan, aku masih ingat jalan'nya menuju rumah'mu, dadijan.”

Salim lalu pura-pura ngambek : “Baiklah, jika tak boleh, aku tak akan datang kesana.”

Nenek Fatima langsung berkata : “Tidak, tidak, tidak. Sebuah berkah bagi'ku jika kau mau datang kerumah'ku.”

Salim : “Baiklah, Ayo kita pergi.”

Salim lalu berdiri dan bicara pada Qutub : “Qutub, katakan pada prajurit, aku akan pergi kerumah nenek'ku sekarang.”

Qutub mengangguk dan kemudian mengajak nenek Fatima menuju rumah'nya. Salim menggandeng nenek Fatima dengan perlahan.
Akhirnya mereka sampai dirumah nenek Fatima. Dari luar nenek Fatima berseru : “Qadir,”

Qadir berbalik berjalan menuju pintu seraya berkata : “Iya nenek... Pergi kemana saja kau? Mengapa kau pergi sendirian? Apa kau tak mendengarkan apa kata tabib agar kau beristirahat?”

Qadir lalu membuka pintu'nya, Nenek Fatima masuk bersama Salim.
Salim berkata : “Qadir, kau tak perlu khawatir. cucu nenek Fatima, Salim, sudah tiba disini.”

Qadir terkejut bahagia melihat Salim : “Shehzade Salim, kau?”

Salim tersenyum dan mengangguk. Qadir lalu membungkuk'kan badan'nya memberi salam pada Salim : “Assalamu'alaykum”

Salim langsung menghampiri Qadir dan memegang bahu'nya seraya berujar : “Wa'alaykumsalam. Kau tak perlu menunduk'kan kepala'mu di hadapan'ku. Kau adalah saudara'ku. Apa kau tak merindukan aku?”

Salim lalu menarik Qadir dalam pelukan'nya, mereka'pun berpelukan layak'nya Teletubies tongue emotikon tongue emotikon tongue emotikon

Qadir melihat Qutub dan memberi salam : “Qutub? Assalamu'alaykum”

Qutub menjawab : “Wa'alaykumsalam”

Kemudian Salim menuntun nenek Fatima berjalan menghampiri ranjang sederhana di gubuk Nenek Fatima untuk duduk. Sementara Qadir langung melambari ranjang'nya dengan kain. Salim dan Nenek Fatima duduk bersama. Salim tersenyum melihat Qadir, ia lalu memperhatikan seisi rumah. Sementara diluar, semua penduduk desa masih menantikan Pangeran Salim yang tampan rupawan dan baik hati. Tapi juga songong.

 Salim lalu bertanya pada Qadir : “Qadir, apa pekerjaan'mu?”

Qadir : “Aku bekerja menjadi petugas keamanan di Agra.”

Salim lalu mengangguk dan kembali bertanya : “Apa kau punya pengalaman sebagai pRajurit?”

Qadir : “Aku pernah menjadi prajurit Shahenshah di delhi.”

Salim : “Aku ingin kau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi. Aku ingin kau menjadi seorang prajurit di istana.”

Qadir : “Nehi, Nehi Shehzade Salim. Aku tak pantas untuk pekerjaan itu”

Salim : “Seorang prajurit adalah orang yang baik. Dan kau adalah saudaraku, aku ingin membantu'mu agar berhasil.”

Salim menatap lembut nenek Fatima dan lanjut berkata : “Nenek'mu dulu telah banyak membantu'ku.”

Salim menatap Qadir dan berkata : Kau akan bekerja di Istana”

Salim lalu meminta Qutub menulis surat : “Qutub, tuliskan surat kepada Shahenshah agar ia memberikan pekerjaan untuk Qadir.”

Qutub mengangguk : “ya baiklah, Shehzade.”

Salim kembali berkata pada Qadir : “Qadir, kenapa kau hanya diam saja? buatlah sesuatu untuk kita makan bersama disini. Apa kau tak keberatan?”

Qadir : “ya, tentu”

Saat Qadir hendak menyiapkan makanan, nenek Fatima menyela : “Tunggu, Qadir. Biarkan aku saja yang membuat'nya.”

Salim : “Nenek, duduklah disini saja.”

Salim lalu membelai wajah nenek Fatima dengan lembut dan lanjut berkata : “Kali ini, nenek harus istirahat. Biar kami saja yang membuat'nya.”

Salim lalu berkata pada Qadir : “Qadir, kita akan membuat makanan yang biasa di buat di rumah ini.”

Qadir : “Baiklah, aku akan menyiapkan'nya.”

Sementara itu, di ruang Dewan Istana Agra, Jalal sedang mengadakan pertemuan dengan para menteri'nya.

Jalal berkata : “Raja Maan Singh, aku ingin agar kau terus menjaga keada'an damai saat ini. Jangan sampai ada sesuatu yang akan merusak'nya.”

Maan Singh berdiri seraya berkata : “Aku akan melakukan'nya, Shahenshah.“

Abu Fazl lalu berdiri dan berkata : “Ada 1 lagi Shahenshah. Ada surat perminta'an dari Shehzade Salim.”

Jalal : “Surat perminta'an apa? Tolong bacakan.”

Abu Fazl lalu membacakan isi surat'nya : “Yang Terhormat, Shahenshah Jalaluddin Muhammad Akbar. Dengan surat ini, Shehzade Salim memohon pada anda agar memberikan pekerjaan pada Qadir di Istana Agra sebagai prajurit Kerajaan. Aku harap anda akan mengabulkan permohonan'ku. Tertanda, Shehzade Muhammad Salim”

Maan Singh berdiri dan berujar : “Shahenshah, ia adalah orang sama yang pernah dilukai Shehzade Salim. Mungkin Shehzade Salim ingin menebus kesalahan'nya dimasa lalu.”

Jalal : “Ini adalah niat yang baik dari Sekhu Baba.”

Jalal lalu berkata pada Abu Fazl : “Kabulkan permohonan Shehzade Salim. Berikan Qadir pekerjaan yang layak di Istana.”

Birbal lalu berdiri dan menyela : “Nehi, Shahenshah. Anda tak boleh menerima'nya.”

Jalal berdiri dan yang lain'pun ikut berdiri, Jalal bertanya : “Apa kau punya alasan'nya, Raja Birbal? Ini adalah perbuatan yang mulia, aku tak melihat yang salah dalam hal ini.”

Birbal : “Kau benar Shahenshah. Tapi apa kau tau tujuan Shehzade Salim dengan mengirim surat ini? ia telah menolak di nobatkan menjadi seorang Pewaris Tahta Kerajaan ini. Aku ingin anda juga menolak permintaan'nya. Itu sebab'nya aku ingin agar anda mempertimbangkan'nya.”

Jalal : “Lalu kenapa aku tak mengabulkan permintaan'nya? ia mungkin tak punya kedudukan, tapi ia adalah Pangeran dari Kerajaan Mughal.”

Birbal : “Tapi ia bukan Pewaris Tahta.”

Jalal : “Raja Birbal, tolong jangan keterlaluan.”

Birbal : “Anda tak mengerti, Shahenshah. Tapi jika kau menolak'nya, maka ia akan keras kepala, dan diri'nya akan menerima sebagai Pewaris Tahta. Dengan begitu, ia akan mempunyai wewenang untuk memberikan perintah apapun dengan kedudukan'nya sebagai seorang Pewaris Tahta. Aku rasa ini adalah kesempatan yang bagus.”

Jalal tersenyum setelah mendengarkan maksud dari Birbal.
Jalal memuji : “Bagus Sekali, Raja Birbal. Kau mempunyai pemikiran yang bagus.”

Birbal mesem-mesem. Jalal lalu berkata : “Abu Fazl”

Abu Fazl : “ya”

Jalal : “Sampaikan pada Salim bahwa aku menolak untuk mengabulkan permintaan'nya.”

Abu Fazl : “Perintah dilaksanakan, Shahenshah.”

Di kamar'nya, Salim sangat serius membaca Surat balasan dari Jalal. Salim berkata dengan penuh kekesalan : “Kau selalu saja mengecewakan aku, Shahenshah!”

Salim menghempaskan surat tersebut dengan kesal. Ruqaiya yang baru saja tiba di kamar Salim melihat'nya. Ruqaiya berjalan menghampiri Salim, ia berkata : “Ada apa, anak'ku?”

Salim : “Ammijan, aku meminta pekerjaan untuk Qadir kepada Shahenshah. Tapi ia menolak permintaan'ku. ia sengaja melakukan hal ini pada'ku.”

Ruqaiya mengambil surat tersebut dan membaca'nya. Setelah membaca'nya, Ruqaiya bertanya : “Kesalahan apa yang telah di buat oleh Shahenshah?”

Salim bingung, ia menoleh menatap Ruqaiya seraya bertanya : “Apa maksud'mu, Ammijan?”

Ruqaiya : “Dia benar, kau tak punya kuasa untuk meminta apapun karena kau telah menolak Shahenshah untuk menjadi Pewaris Tahta.”

Salim : “Aku tak ingin menjadi Pewaris Tahta.”

Ruqaiya berkata dengan tegas pada Salim : “Itu adalah hak'mu, itu hak'mu, Salim. Tapi kau sudah berjanji pada'nya (Qadir), kau harus memenuhi'nya. Menjadi seorang Raja bukan hanya kedudukan. Dengan menjadi Pewaris Tahta, kau bisa memberikan perintah. Dan Shahenshah pasti akan mengabulkan keinginan'mu.”

Salim : “Tapi, Ibu. Aku tak ingin melakukan kehendak'nya untuk menjadi seorang Pewaris Tahta. tak akan.”

Salim duduk di ranjang'nya. Ruqaiya berkata dengan memegang wajah Salim lembut : “Kau benar, anak'ku. Tapi ini adalah hak'mu. Salim, kau adalah keturunan dari Raja Babur, dan kau juga sudah berjanji pada Qadir. Kau ingin keadilan bagi semua orang, bukan?”

Ruqaiya meyakinkan Salim : “Dengarkan, Salim. Dengan kau menjadi Pewaris Tahta, maka tak kan ada yang bisa menghentikan'mu. Shahenshah pasti akan mengabulkan keinginan'mu, karna kau seorang Pewaris Tahta. Jika kau sudah mempunyai jabatan ini, kau bisa membantu siapapun didalam Kerajaan ini. Dan kau bisa mewujudkan keinginan'mu. Terima'lah, anak'ku. Dengan begitu, maka kau bisa memperkerjakan Qadir dimana saja, tak akan ada yang bisa menghentikan'mu.”

Salim berdiri dan berjalan menjauhi Ruqaiya seraya berkata : “Tapi Ammijan, itu'lah yang di inginkan oleh Shahenshah dari'ku. Aku tak ingin belas kasihan dari'nya.”

Ruqaiya menghampiri Salim dan menarik'nya. Salim berbalik menatap'nya dan Ruqaiya berkata : “Jangan katakan itu, karna itu adalah hak'mu. Kau adalah Pewaris Tahta Kerajaan ini. Kau menginginkan setiap orang mendapatkan keadilan. Kau harus mengambil apa yang sudah menjadi hak'mu ini. Maka kau bisa memberikan hak setiap orang.”

Salim : “Ammijan, mengapa kau lebih baik dari Mariam Uz-Zamani? ia yang melahirkan aku, tapi kau yang selalu memberitahu'ku segala'nya. Kenapa kau yang memberitahu'ku semua ini kepada'ku dan bukan dia?”

Ruqaiya : “Itu tak penting, karna aku juga adalah ibu'mu, dan kau akan selalu menjadi putra'ku. Benar'kan?”

Salim : “Ya, Ammijan. Yang lain selalu mengkhianati'ku.”

Salim berjalan sedikit menjauh dari Ruqaiya dan lanjut berkata dengan nada kesal : “Baik itu, Shahenshah, Mariam Uz-Zamani, gadis yang aku cintai, semua mengkhianati'ku.”

Mendengar kata "Gadis yang aku cintai" Ruqaiya langsung mendekati Salim : “Seorang Gadis? Siapa gadis itu?”

Salim dengan tatapan penuh emosi dan nada kesal berkata : “Aku mencintai seorang gadis.”

Ruqaiya : “Apa kau mengenal'nya? Apa kau bertemu dengan'nya saat berada di Ameer?”

Salim : “Ya, Ammijan. Aku bertemu gadis itu disana. Aku sangat mencintai'nya. Tapi sebelum aku tahu bahwa ia adalah Nadira. Aku sangat membenci'nya.”

Ruqaiya : “Siapa Nadira?”

Salim : “Dia adalah putri dari Rashid Khan.”

Ruqaiya lalu teringat saat Nadira mengadukan perbuatan Salim yang tak sengaja memanah Qadir kepada Jalal.

Salim lanjut berkata : “Dia mengubah nama'nya menjadi Anarkali sebelum bertemu dengan'ku. Sebelum'nya aku mencintai'nya, tapi setelah aku tau kalau ia adalah Nadira, aku menjadi sangat membenci'nya.”

Ruqaiya : “Apakah kau memberitahu Ratu Jodha dan Shahenshah mengenai hal ini? Mereka pasti tak akan membiarkan'mu menikah dengan gadis dari rakyat biasa.”

Salim : “Ibu, jika ia adalah Anarkali dan bukan Nadira, maka tak ada seorang'pun yang bisa menghentikan aku untuk bersatu dengan'nya. Bahkan Shahenshah dan Mariam Uz-Zamani tak kan bisa menghentikan'ku.”

Ruqaiya : “Dengar, aku ingin agar kau menerima posisi dari Shahenshah sebagai Pewaris Tahta Kerajaan ini. Terkadang kita harus melakukan hal yang tak kita sukai untuk mengabulkan keinginan kita”

Salim : “Aku akan melakukan seperti yang kau katakan.”

Ruqiaya tersenyum lega karna kali ini Salim'pun mendengarkan ucapan'nya. Salim'pun berlalu dari hadapan Ruqaiya.

Ruqaiya berkata : “Anarkali... hemb, seperti'nya sangat menarik”

Ruqaiya lalu tersenyum sinis. Tiba-tiba terdengar suara Jodha memanggil Salim.

Jodha masuk dan melihat Ruqaiya di kamar Salim.
Jodha menyapa : “Ruqaiya Beghum, aap...”

Ruqaiya memberi salam : “Salam, Mariam Uz-Zamani.”

Jodha : “Jii, prenam. Salim tak ada disini?”

Ruqiaya : “Dia baru saja pergi. Aku baru saja bicara dengan'nya. Aku membujuk ia agar menerima posisi sebagai Pewaris Tahta dari Shahenshah.”

Jodha : “Kau baik sekali, Ruqaiya Beghum. Kadang aku merasa bahwa Salim lebih patuh pada'mu. Kau selalu lebih baik dari'ku dalam masalah ini.”

Ruqaiya : “Tidak, Mariam Uz-Zamani. Aku tak mungkin melangkahi'mu.”

Jodha : “Tapi itu benar, Ruqaiya Beghum. Dan itu baik bagi diri'nya. Dengan begini, Salim dan Shahenshah akan lebih dekat. Dan ya, aku akan berikan ia sesuatu.”

Ruqaiya : “Apa maksud'mu?”

Jodha : “Aku akan menjodohkan Salim di hari jadi Pernikan'ku. Aku sudah menyiapkan seorang gadis untuk Salim. Aku bahkan sudah bicarakan ini dengan Shahenshah. Apa kau tau, siapa gadis ini?”

Ruqaiya berlagak antusias ingin tahu : “Siapa?”

Jodha : “Dia adalah putri dari kakak'ku, Baghwan Das, Maan Bai.”

Jodha tersenyum bahagia, sedangkan Ruqaiya tersenyum karna ada maksud yang terselubung. Baca Selanjutnya Sinopsis Jodha Akbar Antv Episode 9 Mei 2015


Tags: Jodha Akbar, Sinopsis

Terima Kasih sudah Membaca Sinopsis Jodha Akbar Antv Episode 8 Mei 2015. Please share...!

Blog, Updated at: 01:11