Sinopsis Abad Kejayaan Antv Episode 84 - Tayang 1 Juni 2015

Posted by

Sinopsis Abad Kejayaan Antv Episode 84 - Tayang 1 Juni 2015. Adegan dimulai dengan penyergapan yang coba dilakukan tentara Venesia terhadap Bali Bey. Mereka mengatakan Bali Bey harus ikut dengan mereka atau ia akan mati.

Adegan beralih ke Vatikan. Paus diberitahu tentang eksekusi Ibrahim. Paus heran mengapa bisa sampai begitu, orang itu mengatakan tidak tahu pasti, tapi kemungkinan kesombongan Ibrahim-lah yang menyebabkan kejatuhannya. Paus merasa keadaan itu menguntungkannya, karena Sultan Suleyman telah kehilangan orang kepercayaannya sendiri. Seorang lainnya mengonfirmasi perangkap yang dipasang orang-orang Venesia untuk menangkap Bali Bey. Paus mengatakan bagus, kemarahan Sultan akan ditujukan pada orang-orang Venesia dan mereka terpaksa harus bekerja sama dengan kita dan Charles V.
Gulfem meminta Afife untuk mempekerjakan seorang kalfa yang dibawanya dari istana lama. Dia adalah Diana (yang sebenarnya dari istana Manisa, pelayan kepercayaan Mahidevran). Dia diperkenalkan sebagai Fahriye Hatun. Afife setuju untuk mempekerjakannya.
Hurrem sedang duduk ketika Sumbul masuk ke kamarnya. Hurrem bertanya tentang Shah Sultan. Sumbul menjawab bahwa Shah Sultan pergi ke istana Hatice.

“Mereka semua berkumpul, ada Mahidevran, Gulfem, Beyhan, dan sekarang Shah Sultan bergabung bersama mereka dalam persekutuan untuk melawanku.” kata Hurrem. “Mungkin tidak seperti itu,” kata Sumbul. “Mungkin Shah hanya berkunjung pada kakaknya.”
“Dia sudah menempatkan suaminya jadi Wakil Perdana Menteri,” kata Hurrem. “Dan Shah terus mengatakan bahwa ia tidak seperti Hatice…”
“Saya tidak tahu dengan Shah Sultan, tetapi Hatice Sultan benar-benar sedang terluka. Dia akan berusaha membalasmu.” kata Sumbul.
“Tetap awasi Shah Sultan. Dia terus berpura-pura mendekatiku. Tetapi dia belum tahu ak”

Mustafa memasuki ruang kerja Ibrahim yang sudah kosong. Kemudian Ayaz Pasha masuk. Mustafa memberi selamat atas pengangkatannya sebagai Perdana Menteri. Mustafa mengatakan bahwa mereka harus belajar dari peristiwa yang menimpa Ibrahim agar mereka semakin berhati-hati.
Hatice menatap halaman yang sudah kosong, tak ada lagi patung-patung Ibrahim. Lebih bagus begini, Sultanim, melihat patung-patung itu hanya akan menyakitimu, kata Mahidevran.
“Sultan mau semua jejak Ibrahim hilang dari muka bumi ini. Aku tidak akan membiarkannya. Dia begitu gemilang mengabdi kepada kerajaan, dia begitu gemilang di medan perang. Kenangannya akan tetap hidup di dunia ini.” kata Hatice.

Shah Sultan baru tiba di istana Hatice. Dia melihat Nigar dan bertanya kepada Gulfem mengapa wanita itu berani datang ke istana Hatice. Gulfem menjawab bahwa Nigar sedang mencari anaknya. Apakah Kau tahu dimana anak Nigar? tanya Shah, Gulfem menjawab tidak tahu.
Hatice bertanya tentang Diana.
“Dia di istana, Sultanim. sekarang namanya Fahriye Hatun dan diangkat menjadi kalfa.” jawab Mahidevran. Beyhan menyela, lihat siapa yang datang, katanya sinis. Shah i Huban akhirnya datang.
“Kita harus membuat Shah tetap dekat dengan kita, terutama setelah suaminya duduk di pemerintahan.” kata Mahidevran cepat-cepat.
“kematian Ibrahim seperti berkah buat orang-orang.” Hatice menyindir kemalangannya yang malahan menjadi keuntungan bagi Shah Sultan.
“Lutfi Pasha orang baik, Sultana. Membawa dia agar berada di pihak kita adalah hal yang baik.”
Shah Sultan masuk, Mahidevran langsung memberinya selamat atas pengangkatan Lutfi Pasha sebagai wakil perdana menteri.


Hurrem berkata kepada Sumbul bahwa mereka tidak bisa hanya diam saja membiarkan segala hal terjadi.
“Kita akan bersiap-siap, tetapi kita tidak boleh mengambil langkah awal. Kita harus berhati-hati.”
“Sumbul, siapkan acara hiburan untuk malam ini. Makanan, tarian, pelayan… dan jangan khawatir dengan pengeluaran…”
“Sultanim… pemikiranmu bagus, tetapi 40 hari meninggalnya Ibrahim Pasha belum lewat, apa nanti kata Baginda dan adik-adiknya?”
“Harem bukan milik mereka. Aku Yang berwenang di harem. Mereka tidak bisa menghentikanku.”
“Saya tidak meragukan itu, saya hanya takut dengan reaksi Sultan nanti. apakah ini akan mengganggunya?”
Hurrem termenung memikirkannya.

Mahidevran mengungkapkan betapa senangnya ia bahwa Shah Sultan akan menetap di Istanbul. Hurrem tidak akan senang, katanya. Siapa peduli dengan perasaannya, jawab Shah.
“Aku peduli,” kata Hatice, “aku ingin dia merasakan sakit yang sama seperti yang kurasakan.”
“Dia akan merasakannya, sultanim. Dia akan menerima hukumannya segera.”
Shah Sultan menatap Mahidevran curiga, “Apa maksudnya semua itu?”
Mahidevran cepat memperbaiki keadaan. “Dia akan membayar dosa-dosanya cepat atau lambat. Tuhan akan menghukumnya, bukankah begitu?”
“Tentu. Setiap dosa harus dibayar. Kapan kau pulang Mahidevran? Aku ingin bicara dengan Mustafa sekali lagi.” kemudian Shah pergi.
Mahidevran bertanya pada Hatice, mengapa dia tak mau berbagi rencana dengan shah. Hatice menjawab, semakin sedikit yang tahu rencana kita semakin baik. Kalau Shah tahu rencana kita dia hanya akan berusaha menghentikannya.

Diana (sekarang Fahriye Hatun) bertengkar dengan pelayan dan menamparnya. Sumbul tiba dan bertanya siapa kamu, Fahriye menjawab bahwa dia kalfa dari istana lama yang baru dipindahkan. Afife datang, dan sumbul menceritakan perintah Hurrem untuk mengadakan pesta nanti malam. Afife terlihat sangat terganggu mendengarnya.

Mustafa duduk dengan sultan membicarakan kampanye Italia sampai Mehmet tiba dan bergabung. Rustem bertanya kepada ayaz Pasha mengapa Lutfi Pasha yang terpilih menjadi wakil perdana menteri. Ayaz Pasha menjawab, bahwa menurut Sultan, Rustem belum memenuhi kualifikasi untuk menjadi wakil perdana menteri.
Sultan, Mustafa dan Mehmet berbicara di luar. Sultan mengatakan pada Mehmet bahwa dia dan Mustafa baru saja membicarakan tentang kampanye Italia, dan bahwa menurut Mustafa, Mehmet harus ikut. Tentu, sahut Mehmet. Lebih dari apapun saya ingin ikut berperang. Setelah penempatan saya di provinsi disetujui, di manapun saya ditempatkan, musim semi akan segera tiba.
Sultan mengatakan bahwa Mehmet akan ikut dalam peperangan kali ini. Penempatan di provinsi baru akan disetujui sekembalinya mereka dari peperangan. Mehmet sangat sedih mendengarnya, bukankan Baginda sudah berjanji? tanyanya. Ini jalan terbaik, jawab Sultan. Mustafa mencoba menghibur Mehmet, jangan bersedih, Mehmet. Kau akan ikut kita dalam peperangan. Ini sangat penting sebelum pergi ke provinsi. BIla itu yang terbaik, Hunkarim, jawab Mehmet kecewa.

Zumrut bertemu Yahya di luar istana Hatice. Tangannya menggenggam sepucuk surat. Mahidevran melihat dari jendela. Yahya berkata pada Zumrut bahwa dia akan menunggu Mihrimah di sini. Zumrut menjawab, bila Hurrem Sultan sampai tahu, bukan hanya Anda tapi Mihrimah juga akan kena dampaknya. Apa maksudmu, tanya Yahya. Zumrut mengatakan ia mengkhawatirkan masa depan Mihrimah. Urus saja urusanmu sendiri, Zumrut, kata Yahya.

Mahidevran pergi keluar menemui Yahya. “Berikan surat itu,” kata Mahidevran memaksa. Yahya terpaksa memberikannya. Mahidevran membacanya. “Jadi besok kau akan menemuinya. Mihrimah berani seperti ibunya. Bukankan sudah kukatakan agar kau memutuskan hubungan cinta ini? engkau adalah orang kepercayaan putraku, seharusnya kau selalu melindungi dan mengawasinya? Kau malah berbuat seperti ini di belakangku… Aku tau kau tidak berniat buruk, Yahya. Kau setia pada putraku. Tapi ini akan jadi kelemahanmu, dan aku tak akan membiarkannya. Kelemahanmu ini akan membawamu pada persekutuan busuk dan pengkhianatan…”

“Sultanim, saya tidak akan pernah mengkhianatimu,” kata Yahya..
“Kau akan membuat keputusan, Yahya. Kau ikut ke Manisa, atau tinggal di sini…”

Rustem bertemu Hurrem di lorong. Dia berkata bahwa dia bertemu dengan Ayaz Pasha dan ia tidak yakin Ayaz Pasha merekomendasikan namanya sebagai calon wakil perdana menteri kepada Sultan. Hurrem mengatakan kejadiannya tidak seperti itu. Shah Sultan mengetahui pencalonan Rustem, dan bertindak cepat dengan mencalonkan suaminya di posisi tersebut. Mereka pasti sudah merencanakannya, kata Hurrem. Ayaz Pasha lemah sedangkan Lutfi Pasha orang yang kuat, begitu pula Shah Sultan cerdik seperti ular. Rustem mengatakan agar Hurrem berhati-hati, terutama mengenai masa depan Mehmet. Hurrem menyuruh Rustem agar tenang dan ia akan berhati-hati.

Malam harinya, pesta berlangsung dengan meriah. Hurrem datang bersama Mihrimah dan Esmahan Sultan. Mihrimah melihat ke arah Zumrut, Hurrem menangkap pandangan Mihrimah dan jadi curiga. Ia berkata, “Aku dengar Yahya ada di sini. Kau tidak menemuinya kan?” Tidak, jawab Mihrimah. “Bagus, karena lain kali aku tidak akan memaafkanmu.”

Hatice tertidur di ruang kerja Ibrahim membuat Mahidevran dan Gulfem khawatir. Hatice tidak mau makan. Dia mengatakan untuk bernafas saja sulit bagiku, biarkan aku bahagia dengan hanya memikirkan Ibrahim.
“Kita tidak akan bahagia selama Hurrem masih hidup,” kata Mahidevran. “Lihat saja, Hurrem malah mengadakan pesta malam ini.”
Mercan Aga (pelayan Shah Sultan) bertanya pada Sumbul apa yang terjadi di harem, tapi Sumbul tidak menghiraukannya. Mercan melihat Hurrem dan mengerti apa yang terjadi. Mihrimah meminta izin ibunya untuk meninggalkan pesta, tapi Hurrem berkata jangan terburu-buru. Kau boleh pergi nanti.

Hatice bertanya, pesta apa? Gulfem melirik kesal kepada Mahidevran karena membocorkan berita itu. Hurrem mengadakan hiburan Idul Fitri di istana, kata Gulfem. Hurrem sudah bilang bahwa hiburan itu tidak akan berlebihan. Hatice menjadi sangat penasaran dan langsung menyuruh pelayan menyiapkan kereta.
Bali Bey, Matrakci dan Yahya berada di pub membicarakan penempatan Ayaz Pasha sebagai perdana menteri dan Lutfi Pasha sebagai wakilnya. Yahya mengatakan bahwa Ayaz Pasha merekomendasikan Rustem sebagai wakil perdana menteri.. Bali Bey keheranan, bertanya siapa Rustem? Nanti akan kuceritakan, kata Matrakci. Lalu Bali Bey bertanya mengapa Ibrahim sampai dieksekusi?

Shah Sultan dan Lutfi Pasha berterima kasih kepada Sultan karena telah dipercaya memegang jabatan sebagai wakil perdana menteri. Sultan mengatakan akan membangun istana untuk mereka berdua. Shah mengucapkan terima kasih, kemudian mohon diri. Di luar dia bertemu dengan Mercan yang menceritakan tentang pesta yang diadakan Hurrem di istana. Shah Sultan keheranan bagaimana Hurrem mengadakan pesta pada saat Hatice sedang menderita, padahal dia sudah mengatakan tak akan mengadakan pesta apapun. Jelas dia mengabaikan apa yang kupikirkan, kata Shah.
Lutfi Pasha membicarakan posisi lamanya di Anadolu dan mencalonkan Mehmet dari Diyarbekir untuk menempati posisi itu sekarang. Sultan berkata akan memikirkan dan membicarakannya dengan ayaz Pasha. Lalu, saat Lutfi Pasha meningglkan ruangannya ternyata Shah berada di luar pintu, menunggu Sultan. Sultan bertanya apa yang terjadi? Shah mengatakan bahwa Cihangir ingin bertemu Sultan, anak itu sangat merindukannya.

Mustafa bertemu dengan Mehmet yang sedang berdedih di balkon kamarnya.
“Ada apa ini? Apakah ini karena masalah Sanjak? Sultan sangat percaya pada kemampuanmu, hanya saja kau akan lebih kuat bila ikut dengan kami dalam peperangan ini sebelum dikirim ke Sanjak.”
“Kau menginginkan ini, bukan? Kaulah yang telah menggagalkan rencana kepergianku ke Sanjak, bukan?” tanya Mehmet.
“Mengapa aku harus melakukan hal seperti itu? Sultan melihat apa yang terbaik untukmu.”

“Mengapa Sultan berubah pikiran? Jelas sekali Kakak bicara kepadanya.”
“Mengapa aku berbuat seperti itu?”
“Inilah yang aku khawatirkan. Mengapa Kau tidak mau aku pergi ke Sanjak?”
“Mehmet, Kau tahu apa yang kaubicarakan? Bagaimana kau berpikir seperti itu. Allah menjadi saksiku, bahwa aku tidak pernah berpikir lain selain apa yang terbaik bagimu. Kau tidak percaya padaku?”
“Tentu aku percaya, Kak. Maafkan aku. Aku sangat ingin pergi ke Sanjak. Aku berkata seperti itu karena marah.”
“Mehmet, biarkan orang mengatakan apapun yang mereka inginkan, Kau bukan sainganku. Aku berjanji tidak akan menjadi bagian dari permainan kotor untuk meraih tahta. Dan aku tahu kau juga.”

Hatice memasuki istana dan melihat Hurrem di sana, di tengah-tengah pesta.
“Bagaimana kau membiarkan hal ini terjadi, Afife Hatun?” Lalu bagaikan badai ia mendatangi kerumunan pesta dan berteriak agar pesta dihentikan.
Hurrem bangkit berdiri dan dengan senyum ramah menyambut Hatice, “Sultanim, saya tidak tahu Anda di sini…”

“Di istana ini perdana menteri baru saja meninggal. 40 hari belum berlalu, siapa yang berani-berani berpikir mengadakan pesta seperti ini?”
“Sultanim, mari berbicara masalah ini di ruanganku…”
“Aku tak punya apapun untuk dibicarakan dengan orang yang tak punya kehormatan sepertimu!!!”
Jreng……
Semua orang terdiam, Hurrem hanya menatap Hatice, Sumbul dan Afife menunduk. Mihrimah dari belakang datang membela ibunya…
“Hati-hati dengan kata-katamu, Sultanim…” kata Mihrimah. Hatice terkejut, menoleh, “Apa Kau bilang?”
“Kau tidak boleh menghina ibuku..” Hatice yang terkejut karena Mihrimah berani membela Hurrem tercenung.

Mata Hurrem bersinar karena bahagia dibela oleh Mihrimah, tetapi cepat ia berpikir untuk tidak melibatkan Mihrimah dalam masalahnya, “Masuk ke kamarmu, Mihrimah, sana cepat!!”
Mihrimah berlari hampir menangis menuju kamarnya, namun ia berpapasan dengan ayahnya yang baru saja datang bersama Shah Sultan. Sultan terkejut melihat wajah Mihrimah yang murung hampir menangis, dan putrinya itu menjatuhkan diri dalam pelukannya. Kemudian Sultan mendengar teriakan Hatice kepada Hurrem. Rupanya ada pertengkaran.

“Kau sengaja mengadakan pesta ini, kan? Apa tidak cukup apa yang sudah kaulakukan kepadaku? Kau mengambil Ibrahim dariku, apalagi yang Kauinginkan dariku?”
“Sultanim, ini tak ada hubungannya denganmu.”
“Afife Hatun, suruh semuanya pergi sekarang juga. Pesta sudah berakhir!!!”
Sumbul mengumumkan kedatangan Sultan. Seketika, semua terdiam, menunduk, sementara Sultan berjalan dengan berwibawa ke hadapan dua wanita yang sedang bertengkar ini…

Ketika sudah berada di depan Hatice, Sultan sejenak terdiam, menatap adiknya ini, lantas berkata, “Kembali ke istanamu, Hatice.”

“Ketika saya sedang berkabung, Hurrem mengadakan pesta di istana. Bagaimana dia bisa berbuat begitu?”
Sultan terdiam sejenak, lalu menjawab, “Aku mengizinkannya. Kembali ke istanamu…”
Wajah Hatice, Mahidevran, Gulfem, dan Shah Sultan semakin kalut menyaksikan pembelaan Sultan atas Hurrem.

Hatice bertanya bagaimana Shah Sultan membiarkan hal ini terjadi, Shah menjawab ia juga baru saja tahu dari Mercan Aga. “Memangnya siapa yang membawa Sultan ke harem? Aku yang membawanya ke sana, kupikir dia akan marah dan ikut campur, tapi dia malah membiarkannya.”
“Hurrem semakin kuat saja.” kata Mahidevran.
“Dan salah siapa itu?” tanya Shah.
“Jadi sekarang aku yang bersalah? Jika bukan karena Valide Sultan, aku sudah mengambil tindakan atas dirinya…” jawab Mahidevran.
“Jangan mencari-cari alasan. Jelas bahwa dia sudah berlari melampauimu. Bukan kamu saja, juga Ibrahim dan Hatice.” kata Shah Sultan.
“Itu sebabnya kau takut padanya?” kata Beyhan sinis pada Shah Sultan.
“Aku tidak takut pada siapapun, Beyhan.”
“Lalu apa yang kautunggu?”
“Apapun yang sudah kalian coba lakukan, kelihatannya tidak berhasil. Jika kalian melanjutkan, maka Hurrem akan menyebar kalian di atas roti layaknya mentega.”
“Kau seharusnya tahu besarnya penghinaan Hurrem atas Ibrahim, dan seharusnya menghentikan pesta itu.” Hatice pergi diikuti Mahidevran dan Beyhan.

Hurrem bersama Sultan, ia menangis, “Bertahun-tahun aku menerima berbagai bentuk penghinaan. Apapun yang aku lakukan, aku disalahkan. Dan sekarang mereka menyalahkanku atas kematian Ibrahim. Semua orang membicarakan ini. Dan itu adalah sikap tidak hormat atas keputusanmu.”
Sultan menjawab, “Hatice sedang berduka dan marah kepadamu. Jangan khawatir, jangan sedih atas keadaan ini.”

“Tentu saya mengerti keadaan Hatice Sultan, semoga Allah tidak memberikan rasa sakit yang sama kepada siapapun, tetapi situasinya jelas, jika dia berduka di harem tentu apa yang saya lakukan salah.”
“Hurrem-ku, kapanpun aku jatuh dalam kegelapan, aku bangkit kembali dengan kecantikan wajahmu. Kapanpun aku jatuh dalam rasa sakit, aku bersyukur kepada Tuhan karena tanganmu yang menyembuhkan seperti obat untukku.”

Yahya menunggu Mihrimah di taman istana. Mihrimah berkata, “Akhirnya kita bertemu. seandainya kita bisa bertemu di tempat lain, hanya berdua, tanpa rasa takut, tentu sangat menyenangkan.” Yahya mengatakan bahwa ia akan segera pergi. Mihrimah berkata, kali ini akan berapa lama sampai kita berjumpa lagi… Sementara Yahya ingat perkataan Mahidevran agar ia membuat keputusan. Mihrimah bertanya apa yang dipikirkan Yahya? Yahya menjawab bahwa ia akan mengingat perasaan duka dalam sorot mata Mihrimah dan bahwa semua itu tak akan pernah hilang dari ingatannya selamanya. Ia datang untuk mengucapkan selamat tinggal, dan kali ini mereka tidak akan berjumpa lagi.
Mihrimah bertanya apa maksudnya semua itu. Yahya menjawab, bahwa seperti yang selalu Mihrimah katakan, mereka tidak punya masa depan bersama.
Hatice duduk bersama Mahidevran. Mereka bicara tentang Mihrimah. “Kau lihat dia, Hurrem telah membuatnya berani melawanku.”
“Lidahnya tajam seperti ibunya.” kata Mahidevran. Diana memasuki ruangan, Hatice bertanya, “Kau yakin tidak ada yang tahu darimana kau berasal?” Diana menjawab bahwa Gulfem sudah mengatur semuanya. Hatice bertanya lagi, “Kau tahu untuk apa kau dibawa ke sini?”
Mihrimah terkejut bertanya apa yang terjadi, apa yang telah berubah? Yahya menjawab bahwa ini yang terbaik untuk mereka. Mihrimah pergi meninggalkan Yahya.
Diana berkata bahwa ia melakukan segala hal agar berhubungan baik dengan Sumbul. Bagus, kata Hatice, Sumbul memang penting.

“Kau tidak punya banyak waktu, Hatun. Sebelum 40 hari Ibrahim kau sudah harus mengambil nyawa Hurrem. Kalau kau berhasil, apa saja yang kau minta akan kupenuhi.”
Bagaikan angin topan Mihrimah masuk ke kamarnya. Ia meminta semua pelayan keluar dan lalu menangis.
Nigar berbicara dengan makam Ibrahim. "Sebenarnya aku marah denganmu. Awalnya kau mencintaiku, membuka hatimu lebar-lebar untukku, lalu kau mengeluarkan aku dari hatimu dan membuangku. Sebenarnya aku tak boleh menangis tapi aku tak berdaya. Dimana engkau sekarang, Pasha? Kemana kau pergi meninggalkan aku dan anakmu? Tahukah kau bahwa setelah semua yang terjadi aku masih saja mencintaimu?“
Tiba-tiba Shah Sultan muncul. Dia mengatakan bahwa sudah berhari-hari Mercan membuntuti Nigar ke kuburan ini, Shah merasa khawatir. Ia menduga bahwa ini adalah kuburan Ibrahim.
Hurrem bertemu Ayaz Pasha dan mengatakan ia percaya penuh kepadanya tapi Ayaz Pasha malah mengingkari kata-katanya. Ayaz Pasha berkata bahwa ia selalu memperhatikan kata-kata Hurrem, tapi Rustem tidak bisa menduduki posisi itu. Hurrem menjawab bahwa Ibrahim hanyalah seorang penjaga kamar sultan sebelum diangkat menjadi perdana menteri. Betul, kata Ayaz, tapi itu adalah keputusan sultan. Hurrem ingin Ayaz Pasha melakukan segala hal yang perlu agar Rustem masuk ke Divan. Ayaz Pasha menjawab, berdasarkan peraturan seseorang harus menjadi gubernur dulu sebelum berada di Divan. Lalu apa yang kautunggu, aku tak ingin ada alasan lagi, jawab Hurrem.
Shah bertanya apakah ada orang lain yang tahu tentang kuburan ini. Nigar menjawab tidak, hanya Matrakci. Shah berkata, aku tahu kau mencintai Ibrahim. Aku tahu semuanya, Nigar, Hurrem menceritakannya kepadaku. Ibrahim meninggalkan wanita penuh dengan air mata dan seorang anak. Kau tahu dimana anakmu? Tidak, jawab Nigar. Kalau saya tahu apa yang saya tunggu, tentu saya akan mengambilnya.
Kau tahu siapa yang membawamu dalam kesedihan ini kan, Nigar? Nigar mengangguk. Kau ingin kepala dari ular ini? Kau ingin mereka membayar penderitaanmu?
"Saya ingin, tapi apa yang bisa saya lakukan?” jawab Nigar. Shah berkata, “Kita tidak tahu besok seperti apa. tetaplah di sampingku. Selama kau melakukan apa yang kuminta itu sudah cukup. Mercan adalah orang kepercayaanku, jangan percaya siapapun kecuali dia. Pergilah kepadanya aku mau berdoa dulu untuk Ibrahim.”

Lalu Shah terbayang kata-kata Ibrahim, “Sudah jelas cintamu telah berubah menjadi benci.”
“Ibrahim, Pargalie Ibrahim….Aku bersumpah bahwa darahmu tak akan mengalir sia-sia..”

Mustafa berkata kepada Sultan bahwa Mehmet sangat bersedih tentang Sanjak. Sekarang dia sudah merasa lebih baik. sultan berkata bahwa ia selalu ingin melihat Mustafa seperti itu. Dan Sultan bertanya kapan ia kembali ke Manisa? “Besok. Saya tidak ingin meninggalkan pos-saya terlalu lama, tapi saya cemas dengan Bibi Hatice, Bibi Beyhan juga akan pergi.”
“Shah Sultan akan tinggal di sini, dia akan menjaga Hatice.” jawab Sultan. Kemudian Bali Bey memasuki kamar Sultan. Setelah memberi hormat Bali Bey berkata, “Saya berharap membawa berita bagus, tapi sayangnya ada beberapa berita buruk yang perlu mendapat perhatian, Hunkarim.”
Hurrem memasuki kamar mehmet, “Mehmet, aku mendapat kabar bahwa kau akan pergi berperang dengan ayahmu, aku senang sekali mendengarnya.”
“Dan Ibu pasti sudah tahu aku batal pergi ke Sanjak, bukan? Keinginanmu terwujud, Bu.”
“Mehmet, aku mengerti kekecewaanmu, tapi jangan lupa bahwa pergi berperang lebih penting daripada pergi ke Sanjak.”Aku berharap bisa menunjukkan kemampuanku dengan pergi ke Sanjak, Bu. Lagipula entah kapan kita pergi berperang. Ayah berkata begitu hanya untuk menutup masalah Sanjak.”
“Mehmet, Sultan memikirkan kebaikanmu, Beliau memikirkan kesuksesanmu. Kau tahu bagaimana keadaan istana sekarang. Kau dengar dengan telingamu sendiri bagaimana mereka bicara tentang aku. Mengapa kau tidak mau mengerti singa-ku? aku perlu kau untuk tetap berada di sini. Apappun yang kulakukan adalah demi masa depanmu dan adik-adikmu. Demi kau, bertahun-tahun aku menderita. Aku hidup untukmu dan Sultan. Apakah Kau tidak mau memikirkanku Sehzade?” Mehmet memeluk ibunya dengan terharu.

Bali Bey mengatakan kepada Sultan bahwa sesuai perintahnya ia telah pergi ke provinsi-provinsi yang menolak menyediakan kambing selama bulan Ramadhan. Bali Bey berpikir bahwa mereka berbuat begitu dengan dukungan Charles dan Ferdinand dalam rangka melawan Sultan. Bali Bey juga mengabarkan percobaan pembunuhan mereka atas dirinya, siapa yang berbuat begitu, tanya Sultan, orang-orang Venesia, jawab Bali Bey. Ayaz Pasha marah bagaimana orang-orang Venesia berani berbuat begitu, menurut Bali Bey, ada orang yang mengirim mereka, dan ia curiga bahwa yang melakukannya adalah Paus dari Vatikan. Paus ingin agar Sultan marah kepada orang-orang Venesia, lalu orang-orang Venesia bergabung dengan Paus. Ayaz Pasha setuju dengan Bali Bey, dia sudah mendengar bahwa orang-orang Venesia memilih untuk netral, mungkin Paus ingin agar orang Venesia berada di pihak mereka. Bali Bey juga membisikkan tentang kemungkinan percobaan pembunuhan atas diri sultan.

Di luar, Rustem dan Matrakci menunggu. Rustem berkata, “Nasuh Effendi, akhirnya kita bertemu. Sudah lama aku tidak melihatmu.”
“Kau pasti senang dengan kepergian Ibrahim Pasha. Jangan terlalu gembira.” kata Matrakci.
“Jangan khawatir, sekarang adalah waktuku, dan bila jadi kamu, aku akan hati-hati.”
Bali Bey muncul dan bertanya apa yang terjadi. Rustem tersenyum kepada Bali Bey, “Apa yang membawamu datang ke Istanbul, Bali Bey?” Bali Bey tidak menjawab, ia mengajak pergi Matrakci.

Kembali ke Divan, Sultan mengatakan kepada Ayaz Pasha agar memperhatikan masukan dari Bali Bey serta mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk melindungi para sehzade. Sultan berpikir untuk memindahkan posisi Mehmet Pasha dari Diyarbakir menjadi Gubernur Anadolu. Berarti posisi Diyarbakir akan kosong, kata Ayaz Pasha. Ayaz Pasha menoleh dengan perasaan tak nyaman kepada Mustafa. Lalu ia berkata kepada Sultan bahwa ia merekomendasikan Rustem dari Provinsi Tekke untuk menjadi gubernur Diyarbakir. Sultan memikirkannya. Kemudian Rustem dipanggil ke divan. Rustem masuk menemui Sultan, dan ia mengatakan sekalian akan pamit karena tidak mau meninggalkan tugasnya di Tekke terlalu lama. Sultan berkata bahwa Ayaz Pasha baru saja merekomendasikan Rustem untuk menjadi Gubernur Diyarbakir menggantikan Mehmet Pasha, sultan bertanya bagaimana pendapat Rustem? Rustem menjawab bahwa perintah sultan akan dijunjung tinggi, kemanapun Baginda mengirim saya, tempat itu akan menjadi surga bagi saya… Kemudian secara resmi Sultan mengangkat Rustem sebagai gubernur Diyarbakir.

Mihrimah sedang menangis ketika Hurrem datang dan masuk ke kamarnya. Hurrem bertanya ada apa?

“Ibu tahu apa yang sudah terjadi. Ibu berbicara dengannya, bukan? Kau ingin agar dia berkata seperti itu kepadaku, bukan?”
“Apa yang kamu bicarakan?”
“Dia bilang dia tidak akan menemuiku lagi.”
“Aku tidak ada hubungannya dengan ini. Seandainya aku tahu kalian bertemu, aku akan melarangnya.”
“Apa? Ibu tidak bicara dengannya? Apa yang berubah? Dulu dia bilang akan mengorbankan hidupnya untukku..”

Mihrimah, ini tidak mudah baginya, terutama setelah aku mengetahui masalah ini. Akhirnya dia mengerti artinya hidup di bawah ancaman kematian setiap saat, dan jangan lupa, dia adalah orang kepercayaan kakakmu, Mustafa. Mungkin dia menyadari kesalahannya. Sudah pasti, kesetiaan lebih penting dari apapun, bahkan cinta.” Mereka saling berpelukaan.

Mahidevran berbicara dengan Yahya di halaman istana Hatice. Mahidevran mengatakan bahwa Yahya telah membuat keputusan yang tepat dan ia sangat berterima kasih. Kau akan bersedih, tapi kau akan segera melupakan dan segera pula bahagia lagi. Mustafa tiba, dan bertanya apa yang terjadi, tapi Mahidevran mengatakan tak ada apa-apa. Mustafa memberitahukan bahwa Rustem baru saja diangkat menjadi Gubernur Diyarbakir. Mahidevran mengatakan bahwa jelas sekali Hurrem sedang mempersiapkan dia agar masuk ke Divan.
Sultan mengunjungi Ebu Suud Effendi, menceritakan kesedihannya. Di satu sisi, beban berat akhirnya terangkat dari bahuku, tapi di sisi lain aku merasa sangat terluka.

Ebu Suud mengatakan selayaknya gunung, maka di sana akan turun salju dan sering terjadi badai, tapi musim semi akan datang lagi.

Malam hari, di Istana Hatice, duduk berkumpul Lutfi Pasha, Shah Sultan, Mahidevran dan Mustafa. Mereka membicarakan posisi baru Rustem. Dan Mustafa khawatir bahwa Ayaz Pasha akan menyingkirkan orang-orang yang setia kepada Ibrahim dan mengangkat orang-orang kepercayaannya. Akan jadi masalah buat kita, kata MAhidevran. Kekaisaran akan dikendalikan oleh mereka. Shah Sultan mengatakan agar mereka tidak perlu khawatir, Baginda tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Lutfi Pasha juga berkata agar mereka tidak perlu khawatir, aku berada di Divan, aku akan memperhatikan kepentingan kita. Mustafa mengatakan agar Bali Bey tetap berada di sini.

Shah Sultan menyuruh Mustafa agar berhenti khawatir. Semua orang mencintainya dan ia harus kembali ke provinsi dan memperhatikan masalahnya sendiri, jangan lupa bahwa kau adalah masa depan keluarga ini. Aku akan selalu berada di pihakmu begitu pula Lutfi Pasha. Mahidevran berterima kasih dan merasa lebih baik.
Sultan sedang membaca-baca berkas ketika Hurrem datang ke ruangannya. Duduklah, kata Sultan, dan Hurrem memburu Sultan, mencium tangannya dan berkata, “Suleyman, Kau membuatku sangat bahagia, tk ada yang bisa membuatku lebih bahagia dari ini, Kau tidak jadi mengirim Mehmet ke provinsi…”

Suleyman setelah ikut merasakan kebahagiaan Hurrem, berkata, bahwa ia berencana membangun istana untuk Shah sultan. Hurrem berkata, bila Kau izinkan, biar aku saja yang mengatur dan mempersiapkannya… sultan mempersilahkan.

Hatice mencoba tidur, tapi tidak bisa, lalu Shah Sultan memasuki kamarnya, bertanya apa kabar pada Hatice.
“Kau ingat ayah pernah membelikan kita kuda hitam dan kau sangat suka belajar menungganginya? Dan kau belajar dengan caramu, binatang itu tidak mau mendengarkanmu dan ia melukaimu. Kau tidak bisa bangun dari tempat tidur berbulan-bulan.”
“Kemudian kau membunuh kuda itu…”
“Ya, karena dia melukaimu aku membunuhnya. Lihat keadaanmu sekarang, kau menyakiti dirimu sendiri. Bukankah hal seperti ini membuat Hurrem senang? Hatice, bangkitlah dari keadaanmu, aku berjanji akan membuat orang yang membuatmu menderita membayar perbuatannya. Berjanjilah kau tidak akan berbuat sesuatu tanpa mengatakannya kepadaku…”
“Jangan khawatir, aku tak melakukan apapun…”Diana (Fahriye) membawa obat ke kamar Hurrem untuk Cihangir. Ketika Hurrem masuk ia melihat pada Diana, lalu bertanya siapa gadis itu? Nazli menjawab bahwa ia kalfa baru yang berasal dari istana lama. Hurrem merasa curiga, tapi Nazli mengatakan Sumbul yang sudah mengirim gadis itu, jadi Hurrem percaya.
Sementara itu Nigar datang ke harem dan ia bertemu dengan Sumbul mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Hurrem. Ia tidak akan menerimamu, kata Sumbul. Tapi ini sangat penting, jawab Nigar, menyangkut masa depan sehzade. Sumbul memperingatkan Nigar agar jangan main-main.
Rustem bertemu Shah Sultan di Istana Marmer, “Anda ingin bertemu saya, Sultanim?” tanya Rustem.
“Kau telah diangkat menjadi gubernur Diyarbakir, selamat. Dan ada sesuatu yang ingin saya katakan…”
“Terima kasih, Sultanim, ini suatu kehormatan…”
“Aku tidak butuh basa basi. Aku tahu kau bekerja untuk Hurrem.”
“Tugas saya mengabdi kepada seluruh keluarga kerajaan..”
“Tugasmu yang lalu adalah menyingkirkan Ibrahim…”
“Tidak begitu…”
“Aku akan bicara terus terang, Rustem, aku tahu apa yang sudah kaulakukan, tapi aku tak akan memberitahu siapapun.”
“Apa yang Anda inginkan, Sultanim”
“Sejak sekarang kau tidak akan bekerja untuk Hurrem, tapi untukku.”

Nigar bertemu dengan Hurrem, lalu mengatakan kepada Hurrem bahwa Rustem bertemu dengan Shah Sultan di Istana Marmer. Ia memperingatkan Hurrem agar berhati-hati dengan Rustem karena dia orang yang ambisius. Hurrem bertanya, mengapa ia harus percaya kata-kata Nigar. Nigar menjawab bahwa ia hanya mengandalkan Hurrem untuk menemukan putrinya, hanya Hurrem yang dapat menolongnya.

Mustafa mengucapkan selamat tinggal kepada Sultan. Sultan mengucapkan selamat jalan. Mehmet bertanya apakah Mustafa memaafkannya, Sementara Mihrimah pergi setelah mengucapkan selamat jalan kepada kakaknya. Lalu ia bertemu dengan Yahya di pintu keluar, Mihrimah pergi dengan marah, tapi kemudian ia bertemu dengan Bali Bey. Terkejut ia bertanya, “Malkocoglu?” Bali Bey keheranan, tidak mengenali Mihrimah.
“Kau tidak mengenaliku? Aku Mihrimah…”
“Mihrimah Sultan? Maafkan saya tidak mengenali Anda…” Saat itu Mihrimah harus cepat pergi, dan ia meninggalkan Bali Bey.
Shah Sultan bertemu Nigar di lorong istana dan bertanya apakah misinya berjalan lancar, apakah Hurrem percaya? Nigar menjawab bahwa Hurrem tidak percaya, tapi setelah dia bicara dengan Rustem, dia akan percaya.

Hurrem bertemu Mustafa dan Mahidevran yang akan meninggalkan istana. Dia mengucapkan selamat jalan dan seoga perjalanannya menyenangkan. Hurrem mencegat Mahidevran.
“Kau pasti merindukan Manisa sejak energimu kauhabiskan untuk meracuni pikiran orang selama berada di sini. Kau harus pulang dan istirahat.”
“Jangan khawatir, Hurrem. Kematian Ibrahim adalah pelajaran bagi kita semua. Terutama kamu. Kau tahu kenapa? karena kau mirip sekali dengannya..” lalu Mahidevran berlalu sambil melihat ke arah Diana yang berdiri di belakang.

Rustem menunggu di lorong untuk bertemu Hurrem. Hurrem bertanya kapan Rustem meninggalkan Istanbul? Rustem menjawab hari ini. Apakah kau ingin mengatakan sesuatu? tanya Hurrem. Rustem mengatakan ia ingin berterima kasih atas segala yang telah dilakukan Hurrem untuknya. Hurrem lantas bertanya, mengapa kamu bertemu Shah Sultan? Rustem terkejut, lalu menjawab bahwa Shah hanya ingin mengucapkan selamat kepadanya. Ada lagi yang lain? tanya Hurrem. Tidak ada, jawab Rustem. Hurrem kelihatan marah, sudah kubilang agar kau mengatakan segala hal yang terjadi. Segalanya! Baiklah, semoga perjalananmu menyenangkan.

Bali Bey berbicara dengan Sultan, berterus terang bahwa ia merasa tak nyaman dengan rumor tentang percobaan pembunuhan, apalagi setelah Ibrahim yang bertanggung jawab atas keselamatan diri Sultan sudah tak ada lagi. Hurrem masuk ke kamar Sultan, dan terkejut melihat Bali Bey, mengucapkan selamat datang, bertanya tentang keadaannya dan apakah Bali Bey akan tinggal lama di Istanbul.

Mahidevran tiba kembali di Manisa disambut gadis-gadis harem. Diana tidak akan kembali Hurrem pergi ke kamar mandi, dan Diana diam-diam membuntuti dari belakang. Sumbul meminta Seker Agha menyiapkan buah-buahan untuk Hurrem.

Shah melihat Hatice dan Gulfem berbisik-bisik. Ia merasa curiga dan lalu menyuruh pelayan wanitanya agar memberitahu Mercan untuk pergi ke istana.

Hurrem sedang di kamar mandi, buah-buahan telah disiapkan.

Diana siap menjalankan tugas dengan belati di tangannya. Dia membunuh Agha penjaga pintu. Sumbul mengobrol dengan asyik dengan Seker Agha, bahkan karena semua pekerjaan sudah beres, mereka berniat main catur.

Diana berhasil membereskan agha penjaga pintu, dan kini dengan bebas ia masuk ke kamar mandi di mana Hurrem sedang mandi dilayani seorang wanita. Diana berhasil menyelinap ke belakang Hurrem, dengan belati terhunus ia sudah siap menghujamkannya ke tubuh Hurrem..













Tags: Abad Kejayaan, Sinopsis

Terima Kasih sudah Membaca Sinopsis Abad Kejayaan Antv Episode 84 - Tayang 1 Juni 2015. Please share...!

Blog, Updated at: 20:14