Sinopsis Jodha Akbar Antv 487

Posted by

Adegan di mulai dengan Jodha yang telah berpakaian wanita Mughal. Ia berdiri dekat pintu Divan-i-khas dan memandang sedih kearah Jalal yang sedang serius berbincang strategi perang. Angannya  melayang saat Hamida memohon kepadanya untuk pindah agama. Jodha menarik nafas dalam-dalam dan matanya berkaca-kaca. Tampaknya ia telah memutuskan. Ia pun pergi berjalan menghampiri Hamida di halaman istana. Hamida menyambut nya: “Chale Jodha. Ayo Jodha mari” Jodha menjawab singkat dengan wajah muram: “Ji Amijan. Iya Ibu”  Hamida lanjut berusaha menyakinkan Jodha: “Betta Ek batiya rakhna. Tum karna jare. Khusi me ap badal hei. Jangan ragu. Anak ku. Kuatkanlah diri mu.  Perubahan ini akan membawa bahagia. Mereka pun pergi menaiki tandu menuju Ibadat-Khana.

MUZ dan Hamida telah tiba di Ibadat Khana. Hamida memegang erat bahu MUZ dan membimbingnya masuk. Seakan Hamida takut MUZ berubah pendapat dan berbalik pergi. Dua orang Ulama telah menanti mereka disana. MUZ duduk di hadapan dua ulama tersebut. Sang Ulama menyambut dengan ucapan salam kepada mereka. Seorang Ulama senior bertanya kepada MUZ: “Apakah kau akan melakukannya atas kemauan mu sendiri? MUZ mengiyakan sang Ulama, tetapi wajah MUZ terlihat muram dan matanya berkaca-kaca. Sang Ulama bertanya lagi: “Apakah ada orang yang memaksa mu?” Hamida malahan menyelak bicara. Ia bilang kepada Kashi-saab bahwa ia mengajaknya kesini atas keinginan MUZ sendiri.  Sang Ulama mengingatkan kepada Hamida: “Aku harus mendengar dari mulut MUZ sendiri. Dia tak bisa diwakilkan. Aku ulang sekali lagi.

Apakah kau dipaksa untuk melakukan hal ini? MUZ: “Tidak” Sang Ulama lanjut berkata: “Sekarang kita akan melanjutkan upacara. Sang Ulama membacakan ayat-ayat suci. Kemudian ia bertanya: “MUZ apakah kau akan menerima Allah sebagai Tuhan mu? Akan kah kau menerima Allah dan Nabi Muhammad sebagai Nabi mu? Kau tak boleh berbohong! Musalaman qubul karati hei. Jawablah apakah kau akan setuju menjadi seorang Muslim? Islam qubul se pehle. Maka ucapkanlah ayat yang aku bacakan untuk mu menerima Islam.  Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sang Rasul Nya. Ap cup nehi molenge. Kau harus berkata sebenarnya” Raut wajah MUZ tampak tegang dan gelisah. Hamida: “Jodha jawaab tu betta. Ayo jawab anak ku Jodha”. MUZ tampak amat ragu. Dia tetap diam dan pikirannya melayang ketempat lain. Sang Ulama terus mengulang kata-katanya tadi. MUZ teringat ke saat ia dan Jalal berbicang di beranda Panch Mahal. Jalal berkata: “Jangan lah kau pindah agama dikarenakan ada yang memaksakan kehendaknya. Jika begitu justru kau tidak menghormati Islam. Juga berarti menghina diri ku dan kerajaan ku.  Jodha mengerti benar sekarang apa maksud Jalal. Keimanan tidak bisa dipaksakan. Keimanan harus berdasarkan kebenaran yang idrasakan hati dan nalar sesorang. Aku tak boleh dipaksa maka dari itu aku tak akan pindah agama”  Sang Ulama kembali meminta MUZ untuk melafalkan ayat-ayat tadi jika MUZ mau menerima Islam. Apakah MUZ dipaksa?” Jodha masih terus berpikir. Dalam pikirannya berkecamuk 4 hal sekaligus.  Kata-kata yang diucapkan Jalal, kata-kata Sang Ulama, permohonan Hamida dan kata hatinya sendiri. Semua menggema dikepala MUZ. Jodha tampak telah mencapai pada keputusannya.  Ia tampak tenang sejenak dan menundukan kepala. lalu mengatupkan kedua belah tangannya di dada, berdoa sebagai mana ia biasa lakukan saat Pooja.

DIa pun  akhirnya berdiri. MUZ berkata dengan tegas: “Hum svikar dharm nehi karenge. Aku tak akan menerima agama ini. Aku tak bisa mengikrarkan ayat itu, karena dengan begitu aku akan menodai Islam. Tuhan ku akan memaafkan ku akan tetapi aku tak mungkin memaafkan diri ku sendiri.  Maaf kan tuan aku tak dapat.   Diri ku didesak oleh Shah Iran agar melakukan hal ini” Tetapi Hamida terus mendesak. Ia mengingatkan Jodha akan kepentingan Salim. Dia membawa-bawa nama Jalal. Hamida bilang terimalah Islam anak ku. MUZ menjawab: “Nehi Amijan. Tidak Ibu. Aku tahu akan kewajiban ku Amijan. Aku memang memiliki kewajiban kepada keluarga, anak dan suami. Hum hamare patni hone ka dharm. Adalah kewajiban ku pada suami sebagai istri.    Aku memilik keluarga, Salim anak ku karena aku menikahi Shahenshah. Aku tak boleh melanggar sumpah ku kepada Shahenshah. Shahensahah ka saath denge. Shahensha akan mendukung ku. Sementara Shehshadi Khannum ia tak selayaknya menikah kedalam keluarga yang memaksakan seseorang untuk pindah agama demi pernkikahan itu.  Jika aku pindah agama apakah cara berpikir mereka akan berubah? Bukankah kau, Shahenshah dan aku sendiri selalu berpendapat sama? Kita percaya bahwa berdoa kepada Tuhan yang mana pun sama. Lalu apa perlunya aku harus pindah agama karena Shah Iran?  Aku menghormati Islam sama bagaikan aku menghormati Hindu. Tetapi bukan berarti aku harus pindah agama. Aku akan terus berdiri disisi suami ku dalam keadaan sulit  atau bahagia. Akan tetapi aku tak akan pindah agama”  Hamida memaksa terus: “Tetapi Jodha aku ini Ibu kandung Shahenshah. Aku punya hak untuk memaksa mu sebagai seorang Mariam Makani. Aku memerintahkan mu untuk pindah agama!!!” Untung Sang Ulama langsung menyela: “Mariam Makani anda telah memaksakan kehendak mu agar MUZ pindah agama. Hal ini adalah perbuatan dosa besar. Aku tak setuju dan tak mau terlibat dengan hal ini!” Jodha lalu berkata lirih: “Maafkan aku Amijan” Hamida masih saja menyalahkan MUZ: “Baru sekali ini aku memohon pada mu tetapi kau mengecewakan ku” Hamida pergi meninggalkan MUZ disana. MUZ tampak berdiri disana tertegun sedih.


Jodha berjalan sendiri memasuki kamarnya.  Ia terlihat amat sedih. Jodha pun terduduk lemas di hadapan cermin. Ia menatap cermin dan menangis terisak-isak. Tak lama kemudian Moti Bai menghampirinya: “Jodha bukan kah sudah ku nasihati bahwa pindah agama bukanlah sesuatu hal yang mudah. Kau telah beriman dan menyembah Tuhan mu sejak kecil dan sekarang kau harus menggantinya?” Jodha menjawab terisak: “Aku tidak jadi. Shahenshah selama ini berjuang demi diri ku dan demi agama Islamnya. Jika aku pindah menerima Islam karena terpaksa sama hal nya aku mengkhinati Shahenshah. Sekaligus mencoreng nama Islam.  Sama sekali tidak benar jika aku menerima nya karena desakan Hamida dan Salim” Moti Bai berusaha membesarkan hati Jodha: “Berarti kau telah melakukan hal yang benar”. Kemudian Jodha lanjut berkata: “Akan tetapi Moti untuk pertama kali nya aku tidak menuruti permintaan Mariam Makani. Aku melukai hatinya. Selama ini memperlakukan aku sebagai putrinya sendiri. Dia selalu membela ku. Sekarang dia membenci ku” Moti Bai berusaha meyakinkan Jodha:”Tetapi Jodha aku yakin hubungan kalian berdua selama ini teramat kuat. Jangan lah kau cemas. Hubungan kalian akan kembali membaik”.

Keesokan pagi nya terlihat Jodha sedang melaksanakan Pooja di pohon Tulsi (Daun basil atau sejenis kemangi): “Hai Ibu Tulis! Untuk pertama kali nya aku tak mengikuti nasihat Amijan. Aku telah menyakiti hati nya” Jodha  menangis. Sementara itu Jalal sedang berjalan bersama Rahim Khan-e-Khana membicarakan persiapan perang. Rahim melapor tentang kesiapan pasukan Mirza Hakim di Kabul. Lalu ia pamit. Jalal berjalan menuju selasar atas mirip Panch Mahal. Ia terlihat bahagia memandang Jodha melaksanankan Pooja. Kemudian tampak Jodha selesai akan menaiki tangga dan berpapasan disana dengan Hamida. Seperti biasa Jodha menyapa dan memberi salam hormat. Ia kemudian menawarkan Aarti. Bahasa tubuh keduanya tampak kaku. Sementara itu Jalal memperhatikan dari atas. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh diantar kedua Jodha dan Hamida.   Hamida menerima Aarti dan mengusapkan tangannya di atas api lentera Diya seperti biasa. Kemudian dia pergi meninggalkan Jodha begitu saja. Tidak berbicara dan tak ada tersenyum sama sekali. Jalal kaget dan merasakan kekakuan itu. Moti Bai berkata: “Jodha sabarlah. Butuh waktu baginya bisa memahami keputusan mu”.  Jodha dengan sedih berkata: “Moti aku tak tahu lagi bagaimana harus  membuatnya mengerti” Sedari tadi Jalal memperhatikan kejanggalan ini dan berkata pada dirinya sendiri: “Mengapa Amijan tidak menyapa Jodha? Aneh tadi Jodha memberi salam seperti biasanya kepada Amijan akan tetapi Amijan tidak membalasnya bahkan terus diam saja. Hal ini belum pernah aku lihat sebelumnya. Pasti terjadi sesuatu diantara mereka berdua.


Jodha berjalan sendiri memasuki kamarnya.  Ia terlihat amat sedih. Jodha pun terduduk lemas di hadapan cermin. Ia menatap cermin dan menangis terisak-isak. Tak lama kemudian Moti Bai menghampirinya: “Jodha bukan kah sudah ku nasihati bahwa pindah agama bukanlah sesuatu hal yang mudah. Kau telah beriman dan menyembah Tuhan mu sejak kecil dan sekarang kau harus menggantinya?” Jodha menjawab terisak: “Aku tidak jadi. Shahenshah selama ini berjuang demi diri ku dan demi agama Islamnya. Jika aku pindah menerima Islam karena terpaksa sama hal nya aku mengkhinati Shahenshah. Sekaligus mencoreng nama Islam.  Sama sekali tidak benar jika aku menerima nya karena desakan Hamida dan Salim” Moti Bai berusaha membesarkan hati Jodha: “Berarti kau telah melakukan hal yang benar”. Kemudian Jodha lanjut berkata: “Akan tetapi Moti untuk pertama kali nya aku tidak menuruti permintaan Mariam Makani. Aku melukai hatinya. Selama ini memperlakukan aku sebagai putrinya sendiri. Dia selalu membela ku. Sekarang dia membenci ku” Moti Bai berusaha meyakinkan Jodha:”Tetapi Jodha aku yakin hubungan kalian berdua selama ini teramat kuat. Jangan lah kau cemas. Hubungan kalian akan kembali membaik”.

Keesokan pagi nya terlihat Jodha sedang melaksanakan Pooja di pohon Tulsi (Daun basil atau sejenis kemangi): “Hai Ibu Tulis! Untuk pertama kali nya aku tak mengikuti nasihat Amijan. Aku telah menyakiti hati nya” Jodha  menangis. Sementara itu Jalal sedang berjalan bersama Rahim Khan-e-Khana membicarakan persiapan perang. Rahim melapor tentang kesiapan pasukan Mirza Hakim di Kabul. Lalu ia pamit. Jalal berjalan menuju selasar atas mirip Panch Mahal. Ia terlihat bahagia memandang Jodha melaksanankan Pooja. Kemudian tampak Jodha selesai akan menaiki tangga dan berpapasan disana dengan Hamida. Seperti biasa Jodha menyapa dan memberi salam hormat. Ia kemudian menawarkan Aarti. Bahasa tubuh keduanya tampak kaku. Sementara itu Jalal memperhatikan dari atas. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh diantar kedua Jodha dan Hamida.   Hamida menerima Aarti dan mengusapkan tangannya di atas api lentera Diya seperti biasa. Kemudian dia pergi meninggalkan Jodha begitu saja. Tidak berbicara dan tak ada tersenyum sama sekali. Jalal kaget dan merasakan kekakuan itu. Moti Bai berkata: “Jodha sabarlah. Butuh waktu baginya bisa memahami keputusan mu”.  Jodha dengan sedih berkata: “Moti aku tak tahu lagi bagaimana harus  membuatnya mengerti” Sedari tadi Jalal memperhatikan kejanggalan ini dan berkata pada dirinya sendiri: “Mengapa Amijan tidak menyapa Jodha? Aneh tadi Jodha memberi salam seperti biasanya kepada Amijan akan tetapi Amijan tidak membalasnya bahkan terus diam saja. Hal ini belum pernah aku lihat sebelumnya. Pasti terjadi sesuatu diantara mereka berdua.
Baca selanjutnya Sinopsis Jodha Akbar Antv Episode 488





Tags: Jodha Akbar, Sinopsis

Terima Kasih sudah Membaca Sinopsis Jodha Akbar Antv 487. Please share...!

Blog, Updated at: 18:51