Cerita Malam Pertama Jodha Akbar Part 4. sudah pagi. Moti berlari-lari kecil menuju kamar Jodha. ia kemarin lupa menyiapkan persediaan Ghee untuk melakukan arti. Moti berharapp Jodha belum melakukan puja. Moti bernafas lega, ketika melihat mandir masih tertutup. Moti mendekati tempat tidur, memanggil nama Jodha dan membuka tirai. Moti terkejut saat ia melihat Jalal berbaring disana dengan memeluk Jodha. Jalal sudah bangun dan memberi tanda pada moti agar tak berisik. Dengan isyarat Jalal menyuruh Moti mendekat. Moti mendekati Jalal dari sisi terdekat tempat tidur. Jalal dengan suara lirih memberi perintah, “tolong jaga di pintu. saya tak ingin siapapun masuk dan menganggu tidur ratu Jodha.” Moti mengangguk dan pergi.
Jodha masih terlelap dalam tidurnya. ia miring ke samping memunggungi Jalal. Jalal melingkarkan satu tanganya ketubuh jodha sedang tangan lainnya menyanggah kepalanya sehingga psosisi kepala Jalal lebih tinggi dari kepala Jodha. Dengan cara itu ia bisa menatap wajah Jodha dengan leluasa meski hanya dari samping. Jalal selalu merasa bahwa Jodha kalau tidur seperti malaikat, kebaikan dan ketulusan terpancar di wajahnya yang damai. Jalal tersenyum bahagia. Akhirnya setelah sekian lama, kesabarannya telah terbayar lunas. Jodha telah menjadi miliknya seutuhnya. Membayangkan itu, sebentuk getaran mengelitik dadanya dan berdenyut indah. Jalal berpikir, “aku mencintaimu, Ratu Jodha, dan akan selalu mencintaimu.” Jodha menatap rambut hitam yang tergerai di depan hidungnya. Lalu leher putih bak pualam yang tersembul dari balik rambut itu. Jalal ingin menciumnya, tapi ia takut membangunkan Jodha. Setelah apa yang ia berikan padanya semalam, Jodha berhak untuk terlelap lebih lama.
Moti benar-benar berjaga di pintu kamar Jodha seperti yang di perintahkan Jalal. Dari tempatnya berdiri, Moti bisa melihat Ruq yang melangkah bergegas ke kamar Jalal dan keluar dengan kecewa. Lalu muncul Atgah khan, ia berpapasan dengan Ruq. Keduanya berbincang-bincang serius sesaat lalu menoleh kearah Moti. Seperti telahbersepakat, kedua orang itu berjalal menghampiri Moti dan bertanya apakah Moti melihat jalal. Moti mengangguk dan dengan jempolnya ia menunjuk ke kamar Jodha. Ruq hendak melangkah masuk, tapi Moti mencegahnya. Moti mengatakan kalau itu perintah Jalal. Ruq kesal dan geram. ia berteriak memanggil Jalal. Atga meminta Ruq menghentikan aksinya, takut kalau Jalal marah. Setelah lama menunggu di depan pintu dan jalal tak juga keluar, Ruq dengan kesal pergi meninggalkan tempat itu. Tinggal Atgah yang setia menanti.
Di dalam, Jalal mendengar keributan kecil itu sayup-sayup. Dan ia juga mendegar suara Ruq memanggilnya. Bukannya bangkit, Jalal malah panik dan sibuk menutupi telinga Jodha dengan tanganya agar ia tak terganggu suara Ruq. Jalal juga mendengar suara atgah. ia berada dalam dilema. Antara menemui Atgah dan menunggu Jodha bangun. Jalal tak ingin meninggalkan Jodha. Karena ia ingin melihat reaksi Jodha saat ia terbangun dan melihat dirinya ada di sisinya. Jodha pernah mengisyaratkan itu beberapa waktu lalu, ketika jalal tidur di kamar Ruq, tapi ternyata ia kemudian terbangun di kamar Jodha. Dan Ruq uring-uringan karenanya. Bukannya merasa bangga karena telah menjatuhkan kesombongan Ruq, Jodha malah memarahi Jalal. Saat itu Jodha berkata kalau seorang istri selalau ingin melihat suaminya ada di sisinya saat ia terbangun. Dan sekarang Jalal memenuhi keinginan Jodha itu. Bukan karena terpaksa tapi karena keinginan untuk melihat wanita yang di cintainya bahagia. Jalal mengamati wajah Jodha dengan seksama. Matanya, bentuk hidungnya, bibirnya yang terkatup rapat saat terlelap, dan tengkuknya yang putih bak pualam. Jalal menyingkapkan rambut yang menutupi tengkuk Jodha, dan menciumnya dengan lembut.
Jodha tersentak bangun karena rasa geli yang menjalari tengkuknya. Perlahan ia membuka matanya dan merasakan sebuah tangan menindi tubuhnya. Tubuh Jodha menegang. Tapi saat ia teringat apa yang sudah terjadi semalam, tubuhnya mengendur relax. Sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya. Jalal yang mengamatinya dari samping menyapa, “selamat pagi, ratuku.” Refleks Jodha menoleh. Gerakan itu menyebabkan pipi Jodha menyentuh hidung Jalal dan bibir mereka terpisah seinci jauhnya. Manyadari itu, Jodha hendak menarik kepalanya menjauh, tapi Jalal telah lebih dulu mendaratkan kecupan di bibir Jodha. Jodha tersipu. Jalal menatapnya penuh gairah. Merasa tak nyaman di tatap begitu, Jodha mengangkat tangan Jalal dari tubuhnya dan segera bangkit. Jalal menangkap pergelangan tangan Jodha, dan menyentuhkan kedadanya. Dengan santai Jalal berbaring dan memejamkan mata. Jodha menarik tanganya dan bergegas turun dari tempat tidur. ia kaget, melihat hari sudah sangat terang, “hei bhagwan…aku kesiangan.” Jalal dengan mata terpejam menyahut, ” ya.. kamu tidur lelap sekali Ratu Jodha. Sampai kamu tak tahu kalau terjadi keributan di luar sana.” Jodha menatap jalal dengan heran, “keributan apa yang mulia?” Jalal tanpa pikir panjang menjawab, “ada seorang wanita yang marah-marah karena kehilangan suaminya….” Mendengar kata-kata Jalal, wajah Jodha pucat seketika dan tubuhnya mengejang kaku. Melihat itu Jalal segera bangkit menghampirinya dengan rasa bersalah. ia segera merengkuh pundak Jodha sambil berkata dengan nada menennagkan, “wow…wow.. Ratu Jodha. saya hanya bercanda.” Jodha dengan cemberut memukul dada Jalal. Jalal mengadu kesakitan. Jodha cepat-cepat minta maaf. Jalal tertawa, jodha sadar kalau jalal hanya mengodanya.
Jodha melangkah ke meja rias, membenahi pakaiannya, merapikan dupattanya, dan berkata kalau ia sudah terlambat melakukan puja. Jalal tersenyum dan menyahut, “aku juga ratu Jodha. kamu telah membuatku kehilangan banyak waktu. Rakyatku pasti sedang menunggu…aku pergi dulu.” Sebelum pergi jalal mendekati Jodha dari belakang membelai rambutnya dan mncium ubun-ubunnya lalu pergi. Jodha menatap kepergian jalal dengan senyum bahagia. ia telah merasa menjadi istri Jalal yang sesungguhnya.
Moti berdehem kecil melihat Jodha melamun. Ada tatapan mengoda di matanya, Tapi sebelum Moi membuka mulutnya, Jodha sudah menatapnya dengan tatapan mengancam. Moti tertawa dan berkata, “aku sudah menyiapkan air mandimu. Ayo pergi mandi. saya akan suruh pelayan membereskan kamarmu.” Jodha berkata, “tidak moti. saya ingin kamu sendiri yang membereskan tempat tidurku.” Moti mengangguk, “baiklah. kamu pergilah dulu kekamar mandi. Nanti saya menyusul.” Jodha mengangguk dan beranjak pergi.
Siang hari, Jodha sedang melakukan Bhog Arti ketika Ruqaiya datang dengan wajah kesal dan geram. Jodha menawarinya prasad. Ruq menolaknya. Dengan geram Ruq bekata, “aku tahu apa yang telah kamu lakukan pada Jalal, ratu Jodha. saya tak menyangkah, kamu melakukan trik serendah itu untuk mendapatkan perhatian Jalal. saya tak marah karena itu, tapi karena kamu telah berbuat ceroboh dan telah membahayakan hidup Jalal. Bagaimana kalau obat yang kamu berikan pada Jalal itu beracun?” Jodha tak mengerti dengan apa yang dikatakan Ruq, dengan rasa ingin tahu ia bertanya, “obat apa yang kamu maksud ratu Ruqaiya?” Ruq berteriak kersal, “jangan pura-pura bodoh, Ratu Jodha. Semua orang juga sudah tahu kalau kamu semalam memberi obat perangsang pada Jalal agar ia tidur dengamu.” Jodha terhenyak , tubuhnya terasa lemas seketika. ia tak menyangka kalau masalah itu bisa di dengar orang lain dan tersebar. tak ada rumor yang bisa di redam di istana ini. Setelah puas mengejek dan menghina Jodha dengan kata-katanya yang pedas, Ruqaiya pergi dengan puas. Setelah Ruq pergi, Moti yang datang dengan tergopoh-gopoh. ia memberitahu Jodha gosip tentang dirinya yang beredar diharem. Moti dengan sengan bertanya apakah berita itu benar? Jodha menjawab dengan tegas kalau itu tak benar, “aku bahkan belum membuka bungkusan obat itu.”
Baru juga, Moti akan membuka mulut, sorang pelayan datang memberitahu Jodha kalau ia di tunggu jalal di ruanganya. Jodha jadi deg-deg an dan penasaran. Kenapa jalal menyuruh pelayan memanggilnya dan tak datang sendiri menemui dirinya seperti biasa. Tapi tanpa pikir panjang, Jodha segera memenuhi panggilan Jalal. Sampai dikamar Jalal, di sana telah berkumpul para Ratu dan Jalal yang berdiri tegang menunggunya. Hamida, dan Salima tersenyum senang menyambutnya. Jodha memberi salam pada mereka, hamida mengangguk, Salima membalas salam Jodha. Ruq membalas dengan cemberut dan geram. Jalal dengan kening berkerut. Melihat Jodha, Jalal dengan lantang bertanya, “Ratu Jodha, Ratu Ruqaiya menuduhmu memberiku obat perangsang semalam, apakah itu benar?” Jodha terlihat jengah dan malu, sambil menunduk Jodha menjawab kalau itu tak benar. Ruq mengatakan kalau Jodha berbohong. Jalal balas bertanya pada Ruq, “apa buktinya kalau ratu Jodha berbohong? Apakah kamu melihat dengan mata kepala sendiri ratu Jodha memberiku minum obat perangsang?” Ruq terlihat bingung. Jalal melanjutkan, “aku bahkan tak merasa telah di beri minum sesuatu yang aneh oleh ratu jodha.” Ruqaiya masih tak puas, “kalau begitu kenapa ia perlu meminta di buatkan obat perangsang oleh hakim saiba?” Jalal balik bertanya, “dari mana kamu tahu kalau itu obat perangsang? Apakah hakim saiba sendiri yang mengatakannya padamu?” Ruq menjawab dengan gugup, “tidak Jalal. Para ratu dan pelayan membicarakannya.” Jalal berkata, “para ratu dan pelayan, apalagi yang bisa mereka kerjakan selain bergosip? saya tahu, kalian para wanita saling cemburu, tapi menuduh orang lain melakukan perbuatan yang tak di lakukannya adalah kesalahan besar.” Ruq berkata, “aku tak cemburu Jalal, saya hanya memikirkan keselamatanmu. bagaimana kalau obat itu ternyata racun? Apa yang akan terjadi padamu?” Ratu Hamida menimpali, “Ruqaiya, saya yakin Jodha tak akan melakukan hal seperti itu. ia tak mungkin membahayakan hidup jalal untuk hal sepele seperti itu.” Ruqaiya tak bisa berkata apa-apa lagi. Jalal dengan tegas berkata, “Ruqaiya, kamu bertanggung jawab atas jarem, saya ingin gosip itu di redam, saya tak ingin mendengar siapapun juga membicarakan hal itu lagi. Kalau tak saya akan menghukum mereka. Ini menyangkut kehormatan dan harga diriku.” Ruq protes, “bagaimana saya bisa melarang orang bicara, yang mulia?” Jalal menyahut, “tentu saja kamu bisa, beritahu mereka, siapa saja yang masih bergosip tentang hal akan di usir dari istana saat itu juga. Mengerti?” Ruq dengan sangat terpaksa mengangguk dan segera berpamitan pergi. Sebelum pergi ia melirik Jodha dengan marah dan dendam. Hamida dan salima pun berpamitan. Jodha ikut-ikut pamitan. Tapi Jalal menyuruhnya tinggal.
Jalal dengan tangan dibelakang punggung berdiri didepan Jodha, mengamatinya dengan seksama hingga membuat Jodha jengah. Tapi walaupun jengah, Jodha tak memalingkan kepala, ataupun menunduk. ia balas menatap Jalal. Jalal mendekatkan wajahnya dan bertanya, “apakah kamu memberiku obat perangsang, Ratu Jodha?” Jodha balik bertanya, “apakah kamu pikir saya akan melakukan hal seperti itu yang mulia?” Jalal menjawab dengan cepat, “tentu saja tidak. ~tapi kemudian ia terlihat berpikir~ Lalu untuk apa kamu menyuruh hakim saiba membuat obat itu?” Jodha terdiam tak tahu harus menjawab apa, ia tertunduk. Jalal menatap Jodha dengan kening berkerut. Tiba-tiba muncul pikiran di benaknya yang menbuatnya terkejut. Jalan mengangkat dagu Jodha membuat Jodha mau tak mau menatapnya. Dengan setengah tak percaya jalal bertanya, “kau membuat ramuan itu untuk dirimu sendiri? ~jodha tercengah~ Jawab saya ratu Jodha!” Jodha dengan gugup menatap Jalal. Jalal mundur menjauhi Jodha. Mengawasinya dari kejauhan, lalu membalikan badan. Setelah beberapa lama, ia berbalik menghadap Jodha lagi, melangkah mendekatinya dan memegang kedua pundaknya sambil bertanya, “benarkah dugaanku, Ratu Jodha? kamu membuat ramuan itu untuk dirimu sendiri?” Melihat Jodha hanya diam, Jalal hilang kesabaran. ia menguncang tubuh Jodha dan berkata, “jawab aku, Ratu Jodha!” Jodha dengan ragu-ragu menjawab, “ya.”
Jalal menatap Jodha tak percaya, terluka dan terhina. Tapi ia mencoba meredam emosinya dan bertanya dengan nada kaku dan rasa ingin tau, “kenapa kamu lakukan itu Jodha? Tahukan kamu dengan melakukan itu kamu telah melukai harga diriku? saya telah begitu sabar menunggumu. saya ingin kamu menerimaku dengan sepenuh hatimu bukan karena terpaksa. Kalau saya mau saya bisa memaksamu. Dengan kekuatan yang ku miliki, apakah kamu pikir kamu bisa lepas dari saya kalau saya memaksamu? Tapi saya tak melakukannya. Karena saya sangat mencintaimu. Dan saya ingin kamu juga mencintaiku. Dan menerimaku dengan hatimu,” Jalal meraih tangan Jodha dan mengenggamnya, “pagi ini, saya bangun dengan perasan yang sangat bahagia, yang belum pernah kurasakan sepanjang hidupku. Tapi kamu menodai kebahagianku itu. saya tak menyangka kamu melakukan perbuatan serendah itu. kamu tahu betapa bahagianya saya ketika kamu akhirnya mau menerimaku? kamu pikir saya sangat menginginkanmu bukan? Memang! Tapi saya tak membutuhkan semua itu darimu. saya punya banyak istri yang bisa ku datangi kapan saja saya mau. saya lebih memilih melampiaskan hasratku pada mereka daripada memaksamu..menyakitimu. Tapi apa yang kamu lakukan?”
Jodha menyahut, “itulah yang tak saya inginkan, Yang Mulia. kamu mencumbuku, memesraiku, tapi kemudian kamu pergi menghabiskan malam dengan istrimu yang lain. kamu pikir saya tak terluka? tak cemburu? tak sakit hati? saya mencintaimu, yang mulia, Bisakah kamu bayangkan bagaimana perasaanku?”
Jalal menatap mata Jodha, “kalau kamu mencintaiku, kenapa kamu menolakku?” Jodha menjawab, ‘karena….karena setiap kali kamu mencumbuku, saya membayangkan kamu sedang mencumbu istrimu yang lain.” Jalal terngangah tak percaya kemudian ia tertawa. Melihat Jalal menertawainya Jodha marah, “apa yang membuatmu tertawa? apakah perasaan yang kurasakan hanya lelucon untuk mu? saya tahu saya hanya satu dari sekian ribu wanita yang kamu miliki. Tapi apakah salah kalau saya punya perasaan itu? Setiap wanita selalu ingin punya suami untuk dirinya sendiri. Yang hanya mencintainya saja. Dan saya harus berdamai dengan takdirku karena kemudian saya menikah dengan lelaki yang punya begitu banyak istri. Walaupun begitu saya tetap ingin menjadi istrimu seutuhnya, ingin memberimu kebahagiaan….”
“Dengan meminum obat perangsang?” potong Jalal dengan nada menuduh. Jalal tak tau apakah harus marah atau tertawa bahagia.
Jodha dengan ketus menjawabnya, “aku tak meminumnya! saya bahkan belum membuka bungkusnya. Jika kamu merasa terhina dengan apa yang terjadi semalam.. baiklah! saya tak akan melakukannya lagi. kamu tak perlu mendekatiku lagi….” Lalu dengan berlinang airmata Jodha meninggalkan Jalal yang terpana tak percaya. Setelah sadar dari keterkejutannya, Jalal segera berlari mengejar Jodha merengkuh tubuhnya dan memeluknya erat. Jodha memberontak dengan mendorong tubuh Jalal. Tapi Jalal malah mempererat pelukannya, sehingga Jodha hanya bisa pasrah dan menangis dalam pelukan Jalal. Jalal menepuk-nepuk punggung Jodha dan membelai kepalanya, “ssshhhh… cup. cup….ratu Jodha, jangan menangis. Jangan marah! Maafkan aku, ya.” Tangis Jodha malah semakin menjadi meski tanpa suara. Beberapa pelayan dan prajurit yang melihat adegan itu menundukan kepala atau memalingkan wajah. Jalal menjadi sedikit jengah. Tapi ia tak memperdulikannya. Yang ia pikirkan hanyalah Jodha. Lalu terdengar suara kecil menyapa, “kenapa kamu membuat Choti ami jaan ku menangis, shahenshah?” Mendengar suara Rahim, Jodha cepat-cepat melepaskan diri dari pelukan Jalal dan menghapus air matanya. “Apakah shahenshah mencubitmu Choti Ami jaan?” Jodha menyahut, “ya rahim.” Rahim segera menarik tangan Jodha, “kalau begitu jangan main dengannya, ikutlah denganku Choti ami jaan, saya mempunyai sesuatu untukmu!” Mau tak mau Jodha mengikuti tarikan tangan Rahim. Sebelum pergi, Jodha sempat melirik jalal dengan tatapan sengit yang dibuat-buat. Jalal tertawa.
Malamnya, Jodha sedang duduk berbincang-bincang dengan Moti ketika Jalal datang. Moti segera meninggalkan Jodha. Jodha berdiri dan memberi salam pada Jalal. Jalal tersenyum dan mendekati Jodha. Jodha tertunduk diam. Dengan lembut Jalal bertanya, “ratu Jodha, kamu marah padaku?” Jalal menyentuh tangan Jodha. Jodha menepisnya. Jalal berkata, “baiklah, saya minta maaf.” Jodha tak menyahut. Lalu dengan nada memerintah seorang raja, Jalal berkata, “oh ya mana obat itu sekarang? ~Jodha masih tak mau menjawab~ Ratu Jodha? kamu tak mendengar perintah seorang raja? Bawa obat itu kesini, saya ingin melihatnya.” Jodha dengan terpaksa berjalan ke meja riasnya dan mengambil obat dari Hakin Saiba dan memberikannya pada Jalal. Jalal mengamati obat dalam botol kecil itu yang masih tertutup rapat, lalu berkata, “ambilkan segelas air.” Jodha terbelelak menatap jalal, mau tak mau ia bertanya, “untuk apa yang mulia?” Jalal dengan wajah serius menjawab, “kita akan sama-sama meminumnya.” Jodha menyahut cepat, “tidak…yang mulia.” Jalal bertanya, “kenapa, Ratu Jodha? kalau kamu tak mau, biar saya saja yang meminumnya.” Jodha mendekati Jalal dan merebut botol itu dari tanganya, “tidak…kita tak memerlukannya.” Jalal dengan nada mengoda bertanya, “kita? apa kamu tak marah lagi padaku, Ratu Jodha?” Jodha tahu kalau Jalal hanya mengodanya. Jalal tertawa dan meraih tubuh Jodha lalu memutarnya menghadap cermin, “coba lihat, alangkah cantiknya kamu saat sedang marah…! dan akan lebih cantik lagi kalau ada semburat merah di sana.” Tanpa aba-aba, Jalal mencium pipi Jodha. Membuat Jodha tersipu malu. Jodha membalikan badannya dan memeluk Jalal. Jalal membelai rambut Jodha. Mencium kepalanya, keningnya, hidungnya
Moti benar-benar berjaga di pintu kamar Jodha seperti yang di perintahkan Jalal. Dari tempatnya berdiri, Moti bisa melihat Ruq yang melangkah bergegas ke kamar Jalal dan keluar dengan kecewa. Lalu muncul Atgah khan, ia berpapasan dengan Ruq. Keduanya berbincang-bincang serius sesaat lalu menoleh kearah Moti. Seperti telahbersepakat, kedua orang itu berjalal menghampiri Moti dan bertanya apakah Moti melihat jalal. Moti mengangguk dan dengan jempolnya ia menunjuk ke kamar Jodha. Ruq hendak melangkah masuk, tapi Moti mencegahnya. Moti mengatakan kalau itu perintah Jalal. Ruq kesal dan geram. ia berteriak memanggil Jalal. Atga meminta Ruq menghentikan aksinya, takut kalau Jalal marah. Setelah lama menunggu di depan pintu dan jalal tak juga keluar, Ruq dengan kesal pergi meninggalkan tempat itu. Tinggal Atgah yang setia menanti.
Di dalam, Jalal mendengar keributan kecil itu sayup-sayup. Dan ia juga mendegar suara Ruq memanggilnya. Bukannya bangkit, Jalal malah panik dan sibuk menutupi telinga Jodha dengan tanganya agar ia tak terganggu suara Ruq. Jalal juga mendengar suara atgah. ia berada dalam dilema. Antara menemui Atgah dan menunggu Jodha bangun. Jalal tak ingin meninggalkan Jodha. Karena ia ingin melihat reaksi Jodha saat ia terbangun dan melihat dirinya ada di sisinya. Jodha pernah mengisyaratkan itu beberapa waktu lalu, ketika jalal tidur di kamar Ruq, tapi ternyata ia kemudian terbangun di kamar Jodha. Dan Ruq uring-uringan karenanya. Bukannya merasa bangga karena telah menjatuhkan kesombongan Ruq, Jodha malah memarahi Jalal. Saat itu Jodha berkata kalau seorang istri selalau ingin melihat suaminya ada di sisinya saat ia terbangun. Dan sekarang Jalal memenuhi keinginan Jodha itu. Bukan karena terpaksa tapi karena keinginan untuk melihat wanita yang di cintainya bahagia. Jalal mengamati wajah Jodha dengan seksama. Matanya, bentuk hidungnya, bibirnya yang terkatup rapat saat terlelap, dan tengkuknya yang putih bak pualam. Jalal menyingkapkan rambut yang menutupi tengkuk Jodha, dan menciumnya dengan lembut.
Jodha tersentak bangun karena rasa geli yang menjalari tengkuknya. Perlahan ia membuka matanya dan merasakan sebuah tangan menindi tubuhnya. Tubuh Jodha menegang. Tapi saat ia teringat apa yang sudah terjadi semalam, tubuhnya mengendur relax. Sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya. Jalal yang mengamatinya dari samping menyapa, “selamat pagi, ratuku.” Refleks Jodha menoleh. Gerakan itu menyebabkan pipi Jodha menyentuh hidung Jalal dan bibir mereka terpisah seinci jauhnya. Manyadari itu, Jodha hendak menarik kepalanya menjauh, tapi Jalal telah lebih dulu mendaratkan kecupan di bibir Jodha. Jodha tersipu. Jalal menatapnya penuh gairah. Merasa tak nyaman di tatap begitu, Jodha mengangkat tangan Jalal dari tubuhnya dan segera bangkit. Jalal menangkap pergelangan tangan Jodha, dan menyentuhkan kedadanya. Dengan santai Jalal berbaring dan memejamkan mata. Jodha menarik tanganya dan bergegas turun dari tempat tidur. ia kaget, melihat hari sudah sangat terang, “hei bhagwan…aku kesiangan.” Jalal dengan mata terpejam menyahut, ” ya.. kamu tidur lelap sekali Ratu Jodha. Sampai kamu tak tahu kalau terjadi keributan di luar sana.” Jodha menatap jalal dengan heran, “keributan apa yang mulia?” Jalal tanpa pikir panjang menjawab, “ada seorang wanita yang marah-marah karena kehilangan suaminya….” Mendengar kata-kata Jalal, wajah Jodha pucat seketika dan tubuhnya mengejang kaku. Melihat itu Jalal segera bangkit menghampirinya dengan rasa bersalah. ia segera merengkuh pundak Jodha sambil berkata dengan nada menennagkan, “wow…wow.. Ratu Jodha. saya hanya bercanda.” Jodha dengan cemberut memukul dada Jalal. Jalal mengadu kesakitan. Jodha cepat-cepat minta maaf. Jalal tertawa, jodha sadar kalau jalal hanya mengodanya.
Jodha melangkah ke meja rias, membenahi pakaiannya, merapikan dupattanya, dan berkata kalau ia sudah terlambat melakukan puja. Jalal tersenyum dan menyahut, “aku juga ratu Jodha. kamu telah membuatku kehilangan banyak waktu. Rakyatku pasti sedang menunggu…aku pergi dulu.” Sebelum pergi jalal mendekati Jodha dari belakang membelai rambutnya dan mncium ubun-ubunnya lalu pergi. Jodha menatap kepergian jalal dengan senyum bahagia. ia telah merasa menjadi istri Jalal yang sesungguhnya.
Moti berdehem kecil melihat Jodha melamun. Ada tatapan mengoda di matanya, Tapi sebelum Moi membuka mulutnya, Jodha sudah menatapnya dengan tatapan mengancam. Moti tertawa dan berkata, “aku sudah menyiapkan air mandimu. Ayo pergi mandi. saya akan suruh pelayan membereskan kamarmu.” Jodha berkata, “tidak moti. saya ingin kamu sendiri yang membereskan tempat tidurku.” Moti mengangguk, “baiklah. kamu pergilah dulu kekamar mandi. Nanti saya menyusul.” Jodha mengangguk dan beranjak pergi.
Siang hari, Jodha sedang melakukan Bhog Arti ketika Ruqaiya datang dengan wajah kesal dan geram. Jodha menawarinya prasad. Ruq menolaknya. Dengan geram Ruq bekata, “aku tahu apa yang telah kamu lakukan pada Jalal, ratu Jodha. saya tak menyangkah, kamu melakukan trik serendah itu untuk mendapatkan perhatian Jalal. saya tak marah karena itu, tapi karena kamu telah berbuat ceroboh dan telah membahayakan hidup Jalal. Bagaimana kalau obat yang kamu berikan pada Jalal itu beracun?” Jodha tak mengerti dengan apa yang dikatakan Ruq, dengan rasa ingin tahu ia bertanya, “obat apa yang kamu maksud ratu Ruqaiya?” Ruq berteriak kersal, “jangan pura-pura bodoh, Ratu Jodha. Semua orang juga sudah tahu kalau kamu semalam memberi obat perangsang pada Jalal agar ia tidur dengamu.” Jodha terhenyak , tubuhnya terasa lemas seketika. ia tak menyangka kalau masalah itu bisa di dengar orang lain dan tersebar. tak ada rumor yang bisa di redam di istana ini. Setelah puas mengejek dan menghina Jodha dengan kata-katanya yang pedas, Ruqaiya pergi dengan puas. Setelah Ruq pergi, Moti yang datang dengan tergopoh-gopoh. ia memberitahu Jodha gosip tentang dirinya yang beredar diharem. Moti dengan sengan bertanya apakah berita itu benar? Jodha menjawab dengan tegas kalau itu tak benar, “aku bahkan belum membuka bungkusan obat itu.”
Baru juga, Moti akan membuka mulut, sorang pelayan datang memberitahu Jodha kalau ia di tunggu jalal di ruanganya. Jodha jadi deg-deg an dan penasaran. Kenapa jalal menyuruh pelayan memanggilnya dan tak datang sendiri menemui dirinya seperti biasa. Tapi tanpa pikir panjang, Jodha segera memenuhi panggilan Jalal. Sampai dikamar Jalal, di sana telah berkumpul para Ratu dan Jalal yang berdiri tegang menunggunya. Hamida, dan Salima tersenyum senang menyambutnya. Jodha memberi salam pada mereka, hamida mengangguk, Salima membalas salam Jodha. Ruq membalas dengan cemberut dan geram. Jalal dengan kening berkerut. Melihat Jodha, Jalal dengan lantang bertanya, “Ratu Jodha, Ratu Ruqaiya menuduhmu memberiku obat perangsang semalam, apakah itu benar?” Jodha terlihat jengah dan malu, sambil menunduk Jodha menjawab kalau itu tak benar. Ruq mengatakan kalau Jodha berbohong. Jalal balas bertanya pada Ruq, “apa buktinya kalau ratu Jodha berbohong? Apakah kamu melihat dengan mata kepala sendiri ratu Jodha memberiku minum obat perangsang?” Ruq terlihat bingung. Jalal melanjutkan, “aku bahkan tak merasa telah di beri minum sesuatu yang aneh oleh ratu jodha.” Ruqaiya masih tak puas, “kalau begitu kenapa ia perlu meminta di buatkan obat perangsang oleh hakim saiba?” Jalal balik bertanya, “dari mana kamu tahu kalau itu obat perangsang? Apakah hakim saiba sendiri yang mengatakannya padamu?” Ruq menjawab dengan gugup, “tidak Jalal. Para ratu dan pelayan membicarakannya.” Jalal berkata, “para ratu dan pelayan, apalagi yang bisa mereka kerjakan selain bergosip? saya tahu, kalian para wanita saling cemburu, tapi menuduh orang lain melakukan perbuatan yang tak di lakukannya adalah kesalahan besar.” Ruq berkata, “aku tak cemburu Jalal, saya hanya memikirkan keselamatanmu. bagaimana kalau obat itu ternyata racun? Apa yang akan terjadi padamu?” Ratu Hamida menimpali, “Ruqaiya, saya yakin Jodha tak akan melakukan hal seperti itu. ia tak mungkin membahayakan hidup jalal untuk hal sepele seperti itu.” Ruqaiya tak bisa berkata apa-apa lagi. Jalal dengan tegas berkata, “Ruqaiya, kamu bertanggung jawab atas jarem, saya ingin gosip itu di redam, saya tak ingin mendengar siapapun juga membicarakan hal itu lagi. Kalau tak saya akan menghukum mereka. Ini menyangkut kehormatan dan harga diriku.” Ruq protes, “bagaimana saya bisa melarang orang bicara, yang mulia?” Jalal menyahut, “tentu saja kamu bisa, beritahu mereka, siapa saja yang masih bergosip tentang hal akan di usir dari istana saat itu juga. Mengerti?” Ruq dengan sangat terpaksa mengangguk dan segera berpamitan pergi. Sebelum pergi ia melirik Jodha dengan marah dan dendam. Hamida dan salima pun berpamitan. Jodha ikut-ikut pamitan. Tapi Jalal menyuruhnya tinggal.
Jalal dengan tangan dibelakang punggung berdiri didepan Jodha, mengamatinya dengan seksama hingga membuat Jodha jengah. Tapi walaupun jengah, Jodha tak memalingkan kepala, ataupun menunduk. ia balas menatap Jalal. Jalal mendekatkan wajahnya dan bertanya, “apakah kamu memberiku obat perangsang, Ratu Jodha?” Jodha balik bertanya, “apakah kamu pikir saya akan melakukan hal seperti itu yang mulia?” Jalal menjawab dengan cepat, “tentu saja tidak. ~tapi kemudian ia terlihat berpikir~ Lalu untuk apa kamu menyuruh hakim saiba membuat obat itu?” Jodha terdiam tak tahu harus menjawab apa, ia tertunduk. Jalal menatap Jodha dengan kening berkerut. Tiba-tiba muncul pikiran di benaknya yang menbuatnya terkejut. Jalan mengangkat dagu Jodha membuat Jodha mau tak mau menatapnya. Dengan setengah tak percaya jalal bertanya, “kau membuat ramuan itu untuk dirimu sendiri? ~jodha tercengah~ Jawab saya ratu Jodha!” Jodha dengan gugup menatap Jalal. Jalal mundur menjauhi Jodha. Mengawasinya dari kejauhan, lalu membalikan badan. Setelah beberapa lama, ia berbalik menghadap Jodha lagi, melangkah mendekatinya dan memegang kedua pundaknya sambil bertanya, “benarkah dugaanku, Ratu Jodha? kamu membuat ramuan itu untuk dirimu sendiri?” Melihat Jodha hanya diam, Jalal hilang kesabaran. ia menguncang tubuh Jodha dan berkata, “jawab aku, Ratu Jodha!” Jodha dengan ragu-ragu menjawab, “ya.”
Jalal menatap Jodha tak percaya, terluka dan terhina. Tapi ia mencoba meredam emosinya dan bertanya dengan nada kaku dan rasa ingin tau, “kenapa kamu lakukan itu Jodha? Tahukan kamu dengan melakukan itu kamu telah melukai harga diriku? saya telah begitu sabar menunggumu. saya ingin kamu menerimaku dengan sepenuh hatimu bukan karena terpaksa. Kalau saya mau saya bisa memaksamu. Dengan kekuatan yang ku miliki, apakah kamu pikir kamu bisa lepas dari saya kalau saya memaksamu? Tapi saya tak melakukannya. Karena saya sangat mencintaimu. Dan saya ingin kamu juga mencintaiku. Dan menerimaku dengan hatimu,” Jalal meraih tangan Jodha dan mengenggamnya, “pagi ini, saya bangun dengan perasan yang sangat bahagia, yang belum pernah kurasakan sepanjang hidupku. Tapi kamu menodai kebahagianku itu. saya tak menyangka kamu melakukan perbuatan serendah itu. kamu tahu betapa bahagianya saya ketika kamu akhirnya mau menerimaku? kamu pikir saya sangat menginginkanmu bukan? Memang! Tapi saya tak membutuhkan semua itu darimu. saya punya banyak istri yang bisa ku datangi kapan saja saya mau. saya lebih memilih melampiaskan hasratku pada mereka daripada memaksamu..menyakitimu. Tapi apa yang kamu lakukan?”
Jodha menyahut, “itulah yang tak saya inginkan, Yang Mulia. kamu mencumbuku, memesraiku, tapi kemudian kamu pergi menghabiskan malam dengan istrimu yang lain. kamu pikir saya tak terluka? tak cemburu? tak sakit hati? saya mencintaimu, yang mulia, Bisakah kamu bayangkan bagaimana perasaanku?”
Jalal menatap mata Jodha, “kalau kamu mencintaiku, kenapa kamu menolakku?” Jodha menjawab, ‘karena….karena setiap kali kamu mencumbuku, saya membayangkan kamu sedang mencumbu istrimu yang lain.” Jalal terngangah tak percaya kemudian ia tertawa. Melihat Jalal menertawainya Jodha marah, “apa yang membuatmu tertawa? apakah perasaan yang kurasakan hanya lelucon untuk mu? saya tahu saya hanya satu dari sekian ribu wanita yang kamu miliki. Tapi apakah salah kalau saya punya perasaan itu? Setiap wanita selalu ingin punya suami untuk dirinya sendiri. Yang hanya mencintainya saja. Dan saya harus berdamai dengan takdirku karena kemudian saya menikah dengan lelaki yang punya begitu banyak istri. Walaupun begitu saya tetap ingin menjadi istrimu seutuhnya, ingin memberimu kebahagiaan….”
“Dengan meminum obat perangsang?” potong Jalal dengan nada menuduh. Jalal tak tau apakah harus marah atau tertawa bahagia.
Jodha dengan ketus menjawabnya, “aku tak meminumnya! saya bahkan belum membuka bungkusnya. Jika kamu merasa terhina dengan apa yang terjadi semalam.. baiklah! saya tak akan melakukannya lagi. kamu tak perlu mendekatiku lagi….” Lalu dengan berlinang airmata Jodha meninggalkan Jalal yang terpana tak percaya. Setelah sadar dari keterkejutannya, Jalal segera berlari mengejar Jodha merengkuh tubuhnya dan memeluknya erat. Jodha memberontak dengan mendorong tubuh Jalal. Tapi Jalal malah mempererat pelukannya, sehingga Jodha hanya bisa pasrah dan menangis dalam pelukan Jalal. Jalal menepuk-nepuk punggung Jodha dan membelai kepalanya, “ssshhhh… cup. cup….ratu Jodha, jangan menangis. Jangan marah! Maafkan aku, ya.” Tangis Jodha malah semakin menjadi meski tanpa suara. Beberapa pelayan dan prajurit yang melihat adegan itu menundukan kepala atau memalingkan wajah. Jalal menjadi sedikit jengah. Tapi ia tak memperdulikannya. Yang ia pikirkan hanyalah Jodha. Lalu terdengar suara kecil menyapa, “kenapa kamu membuat Choti ami jaan ku menangis, shahenshah?” Mendengar suara Rahim, Jodha cepat-cepat melepaskan diri dari pelukan Jalal dan menghapus air matanya. “Apakah shahenshah mencubitmu Choti Ami jaan?” Jodha menyahut, “ya rahim.” Rahim segera menarik tangan Jodha, “kalau begitu jangan main dengannya, ikutlah denganku Choti ami jaan, saya mempunyai sesuatu untukmu!” Mau tak mau Jodha mengikuti tarikan tangan Rahim. Sebelum pergi, Jodha sempat melirik jalal dengan tatapan sengit yang dibuat-buat. Jalal tertawa.
Malamnya, Jodha sedang duduk berbincang-bincang dengan Moti ketika Jalal datang. Moti segera meninggalkan Jodha. Jodha berdiri dan memberi salam pada Jalal. Jalal tersenyum dan mendekati Jodha. Jodha tertunduk diam. Dengan lembut Jalal bertanya, “ratu Jodha, kamu marah padaku?” Jalal menyentuh tangan Jodha. Jodha menepisnya. Jalal berkata, “baiklah, saya minta maaf.” Jodha tak menyahut. Lalu dengan nada memerintah seorang raja, Jalal berkata, “oh ya mana obat itu sekarang? ~Jodha masih tak mau menjawab~ Ratu Jodha? kamu tak mendengar perintah seorang raja? Bawa obat itu kesini, saya ingin melihatnya.” Jodha dengan terpaksa berjalan ke meja riasnya dan mengambil obat dari Hakin Saiba dan memberikannya pada Jalal. Jalal mengamati obat dalam botol kecil itu yang masih tertutup rapat, lalu berkata, “ambilkan segelas air.” Jodha terbelelak menatap jalal, mau tak mau ia bertanya, “untuk apa yang mulia?” Jalal dengan wajah serius menjawab, “kita akan sama-sama meminumnya.” Jodha menyahut cepat, “tidak…yang mulia.” Jalal bertanya, “kenapa, Ratu Jodha? kalau kamu tak mau, biar saya saja yang meminumnya.” Jodha mendekati Jalal dan merebut botol itu dari tanganya, “tidak…kita tak memerlukannya.” Jalal dengan nada mengoda bertanya, “kita? apa kamu tak marah lagi padaku, Ratu Jodha?” Jodha tahu kalau Jalal hanya mengodanya. Jalal tertawa dan meraih tubuh Jodha lalu memutarnya menghadap cermin, “coba lihat, alangkah cantiknya kamu saat sedang marah…! dan akan lebih cantik lagi kalau ada semburat merah di sana.” Tanpa aba-aba, Jalal mencium pipi Jodha. Membuat Jodha tersipu malu. Jodha membalikan badannya dan memeluk Jalal. Jalal membelai rambut Jodha. Mencium kepalanya, keningnya, hidungnya